Sebuah
Satelit untuk Taklukkan Hati
Sebuah stasiun televisi berbahasa Arab diluncurkan oleh
Amerika Serikat. berbasis di Kairo, Mesir, kantor berita ini berniat mengimbangi
pamor Al-Jazirah dan Al-Arabiyah untuk merebut hati dan mengubah opini Timur
Tengah. Al-Hurra, begitu nama stasiun televisi, yang di-back up sepenuhnya oleh
Amerika Serikat ini. Untuk sementara, Al-Hurra Channel yang resmi beroperasi
sejak 14 Februari lalu itu, masih mengudara hanya sekitar 19 jam setiap hari.
Tapi selanjutnya, Al-Hurra yang berarti the free one, sejak Maret channel
yang bisa diakses lewat satelit ini akan mengudara 24 dalam sehari dan tujuh
hari dalam seminggu. Al-Hurra akan menjadi stasiun televisi berita yang punya
jam tayang penuh. Tayangannya menjangkau 22 negara di seluruh jazirah Arab.
Tidak seperti program propaganda
Amerika lainnya, yang biasanya di bawah Pentagon atau Kementerian Luar Negeri
AS, Al-Hurra menempuh pendekatan berbeda. Al-Hurra di set-up untuk
independen dan beroperasi di luar pemerintahan Amerika Serikat. Norman Pattiz,
seorang pejabat Al-Hurra mengatakan, sajian Al-Hurra sepenuhnya bebas dari
pengaruh pemerintahan Amerika. Menurut Fattiz yang sebelumnya bekerja untuk
Voice of America ini, Al-Hurra akan menjadi stasiun televisi berita yang
independen dan menyajikan laporan jurnaslitik yang kredibel. “Tujuan kita
bukan untuk merayu hati dan mempengaruhi opini rakyat Timur Tengah,” tegas
Norman Fattiz yang juga tercatat sebagai anggota Broadcasting Board of
Governors, sebuah lembaga semacam komisi kenyiaran di Amerika ini.
Tapi benarkah Al-Hurra tidak
memainkan peran sebagai corong propaganda? Tampaknya akan sulit. Bagaimana tidak,
untuk operasi awall stasiun televisi ini telah merogoh kocek pemerintahan Bush
sebanyak 62 juta dolar Amerika dengan persetujuan sidang anggota kongres. Tapii
menurut sumber lain, proyek televisi propaganda ini menyedot dana sebesar 100
juta dolar Amerika dengan supervisi operasional yang ketat di bawah pemerintah.
Dengan utang sebesar itu, tentu saja menjadi independen adalah beban yang berat.
Salah satu bukti bahwa budi harus dibayar adalah tayangan awal Al-Hurra. Selama
dua hari berturut-turut, stasiun televisi yang dioperasikan secara terpusat dari
Virginia ini, menayangkan wawancara eksklusif dengan Presiden Amerika, George W.
Bush lengkap dengan terjemahan dalam bahasa Arab.
Dalam wawancara eksklusif tersebut, Bush mengatakan Amerika akan membawa demokrasi, tidak saja di Irak tapi juga di seluruh jazirah Arab. tak hanya demokrasi, Amerika juga akan mendorong negara-negara Arab untuk menyelenggarakan pemilu yang bebas, pasar bebas, media yang independen dan juga serikat buruh yang bebas. Tak hanya dengan Bush, tayangan perdana Al-Hurra juga menampilkan Madeleine Albright, mantan Menteri Luar Negeri AS di bawah administrasi Bill Clinton. Albright dikenal sebagai menteri berdarah Yahudi garis keras dalam pemerintahan Clinton. Al-Ahram, surat kabar terkemuka yang terbit di Kairo beberapa saat setelah peluncuran Al-Hurra menulis editorial bernada kritik pada stasiun televisi ini, termasuk pada pemerintahan Amerika. “Lahirnya Al-Hurra tidak akan dengan serta merta membersihkan wajah yang kotor,” tulis Al-Ahram. Masih pada tulisan yang sama, Al-Ahram menegaskan pandangan rakyat Arab tidak akan berubah pada Amerika selama negara ini masih memberikan dukungan butanya pada Israel.
Editorial yang ditulis Al-Ahram memang benar. Sebagian
besar rakyat Timur Tengah memang sudah bosan dengan trik propaganda Amerika. Hal
itu tergambar dalam wawancara dengan seorang penduduk Kairo. “Saya tidak tidak
punya alasan untuk menonton Al-Hurra, apalagi mende ngar wawancara dengan Bush.
Kami tahu kebijakan Amerika, dan kami tetap tidak suka pada mereka,” ujar
Muhammad. Menurut sebuah polling yang dilakukan oleh Christian Science Monitor,
sebagian besar rakyat Timur Tengah tak percaya bahwa Al-Hurra bisa memainkan
peran dengan independen. 68% responden berpendapat bahwa Al-Hurra akan dijadikan
sebagai corong propaganda Amerika. Sisanya, 32% memberikan keperca yaan bahwa
Al-Hurra akan mendapat tempat di hati pemirsa Timur Tengah. Sebagian pihak
menyatakan, lahirnya Al-Hurra, selain dimaksud kan untuk merebut hati dan
mengubah opini Timur Tengah pada Amerika, juga ditujukan untuk menjadi pesaing
dari stasiun-stasiun yang lebih dulu ada. Stasiun televisi itu seperti Al-Jazirah,
Abu Dhabi, Al-Arabiya, MBC, LBC dan juga Al-Mustaqbal. Tapi sebagian pihak yang
lain berpendapat, tak sepenuhnya benar jika Al-Hurra lahir untuk terjun dalam
kancah persaingan. Mereka seluruhnya laksana setali tiga uang, sama saja. Al-Jazirah
misalnya, meski pemiliknya adalah pemerintahan Qatar namun televisi ini tak bisa
dilepaskan dari agenda terselubung Amerika. Qatar adalah negeri kecil di Timur
Tengah yang menjadi pusat pembangunan instalasi militer Amerika terbesar di
jazirah tersebut. Dengan kondisi seperti itu, sangat mustahil jika membayangkan
Qatar independen, apalagi Al-Jazeerah. Begitu juga dengan stasiun-stasiun
televisi satelit lainnya. Sebagian besar pejabat dan tenaga operasional di
televisi itu adalah tenaga-tenaga lulusan broadcasting Amerika atau veteran dari
stasiun televisi seperti, BBC, Voice of America, Reuters, dan banyak lagi. Sebagai
contoh, untuk setahun terakhir ini, berbagai televisi satelit Arab seolah
berlomba-lomba menyiarkan pernyataan resmi pemerintah Amerika atau pers
konferensi yang dikeluarkan oleh militer AS. Mereka tak ubahnya seperti kantor
berita CNN dan BBC. Al-Hurra akan menjadi televisi Amerika pertama yang
berbahasa Arab. Televisi satelit ini akan menjadi alat promosi untuk meraih hati
bagi 310 juta penduduk Timur Tengah. Keyakinan bahwa Al-Hurra bukan stasiun
televisi yang independen dikatakan oleh seorang mahasiswa di Kairo. “Al-Hurra
sama sekali bukan televisi yang independen, apalagi punya sudut pandang obyektif
pada pemberitaannya,” ujar Ahmad Zawabih, 20 tahun. Menurut Ahmad Zawabih,
seperti dikutip Islamonline, dirinya akan menentang apapun yang datang dari
Amerika, termasuk Al-Hurra. “Setelah Amerika memimpin perang Irak yang penuh
kebohongan, apalagi yang bisa dipercaya dari mereka,” katanya lagi. Sebagian
besar jurnalis Timur Tengah, tampaknya punya pandangan serupa, waspada pada Al-Hurra.
Pemimpin Redaksi harian Al-Arab Al-Yaum, Tahir al-Adwan mengatakan, Al-Hurra dibutuhkan
untuk penyebaran demokrasi di Timur Tengah, juga untuk menyembunyikan kebenaran
dari masyarakat. “Al-Hurra tidak akan memenangkan hati rakyat Timur Tengah,”
katanya.
Koran Al-Khaleej yang terbit di Uni Emirat Arab juga berpendapat sama. Menurut media ini, Al-Hurra tidak akan jauh-jauh dari program militer, politik, ekonomi Amerika. “Jika kebijakan Amerika benar-benar sehat dan meyakinkan untuk Timur Tengah, tak perlu kosmetik untuk menutupi keburukan dan menaikkan imej Amerika.” Selain menjadi propaganda Amerika, tampaknya Al-Hurra juga berperan sebagai penjaja nilai-nilai Barat di negeri para nabi. Misalnya saja memilih tanggal 14 Februari, yang juga dikenal sebagai Hari Valentine sebagai waktu launching Al-Hurra. Timur Tengah tak saja diserbu secara fisik, tapi juga pemikiran dan paham. Dan lagi-lagi Amerika yang memimpin perang dan serbuannya.
(www.sabilli.com)