Jika
Nabi saja tidak mengetahui perkara ghaib, bahkan dengan terus terang beliau
menafikan hal itu atas dirinya, maka orang selain beliau pasti tidak lebih tahu.
Karena Beliau n lebih berhak daripada mereka. Beliau adalah anak keturunan Adam
yang paling afdhal secara mutlak. Ketika ada nash yang menyatakan, bahwa
beliau tidak mengetahui perkara ghaib, maka selain beliau pasti lebih tidak tahu
lagi.
Tergelincirnya
banyak orang ke dalam kesalahan berbahaya ini, disebabkan oleh beberapa berita
yang mereka lihat ‘benar’, yang berasal dari para pendusta itu. Sehingga
keyakinan mereka semakin kuat, dan selanjutnya mempercayai cerita-cerita sang
dukun berikutnya.Begitulah pintu kedustaan dan dajjal menjadi semakin terbuka.
Para pendusta inipun menjelma menjadi wali-wali Allah (menurut dugaan mereka).
Orang-orang awam (bodoh) itu melupakan banyak hal. Diantaranya :
عَالِمَ
الْغَيْبِ
فَلاَ
يُظْهِرُ
عَلَى
غَيْبِهِ
أَحَدًا .
إِلاَّمَنِ
ارْتَضَى مِن
رَّسُولٍ
فَإِنَّهُ
يَسْلُكُ مِن
بَيْنِ
يَدَيْهِ
وَمِنْ
خَلْفِهِ
رَصَدًا
(Dia
adalah Rabb) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada
seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhaiNya, maka
sesungguhnya Dia mengadakan penjaga- penjaga (malaikat) di muka dan di
belakangnya.
(QS Al Jin : 26,27).
Adapun
mengenai jalan yang ditempuh oleh para pendusta ini -sehingga bisa memberitakan
sebagian perkara ghaib- yaitu sebagai berikut :
- Sebagian
mereka mempunyai hubungan dengan jin. Jin-jin ini menyampaikan kepada si dukun
sebagian berita benar yang dicuri oleh sang jin. Kemudian sang dukun ini membuat
seratus kedustaan. Sebagaimana dalam sebuah hadits,
قَالَتْ
عَائِشَةُ
زَوْجُ
النَّبِيِّ
صَلَّى
اللَّهُ
عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
سَأَلَ
أُنَاسٌ
رَسُولَ
اللَّهِ
صَلَّى
اللَّهُ
عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
عَنِ
الْكُهَّانِ
فَقَالَ
لَهُمْ
رَسُولُ
اللَّهِ
صَلَّى
اللَّهُ
عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
لَيْسُوا
بِشَيْءٍ
فَقَالُوا
يَا رَسُولَ
اللَّهِ
إِنَّهُمْ
يُحَدِّثُونَ
أَحْيَانًا
بِالشَّيْءِ
يَكُونُ
حَقًّا
فَقَالَ
رَسُولُ
اللَّهِ
صَلَّى
اللَّهُ
عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
تِلْكَ
الْكَلِمَةُ
مِنَ
الْحَقِّ
يَخْطَفُهَا
الْجِنِّيُّ
فَيُقِرُّهَا
فِي أُذُنِ
وَلِيِّهِ
فَيَخْلِطُونَ
فِيهَا
مِائَةَ
كَذْبَةٍ
Aisyah
istri Nabi berkata, Ada sekelompok orang yang bertanya kepada Rasulullah masalah
tukang dukun, Beliau menjawab,Mereka tidak ada apa-apanya. Orang-orang itu
berkata, Wahai Rasulullah, terkadang mereka membicarakan sesuatu yang benar.
Maka Rasulullah n menjawab, Itulah sebuah kalimat kebenaran yang dicuri oleh jin,
lalu disampaikan kepada telinga walinya, lalu wali-wali jin ini mencampurinya
dengan seratus kedustaan.
- Sebagian
orang terkadang memiliki firasat atau kemampuan untuk membaca apa yang sedang
bergejolak dalam hati seseorang yang sedang berada di depannya. Lalu, ia
memberitahukan sebagian saja sehingga ia menjadi kagum dan mengira, bahwa si
penebak tadi seorang wali. Padahal kemampuan seperti ini bisa didapatkan dan
dimiliki oleh orang-orang kafir di negeri-negeri mereka. Bisa juga dimiliki oleh
sebagian psikolog atau selain mereka.
- Sebagian
dukun itu juga meminta bantuan kepada pembantu-pembantunya yang menyelinap di
tengah masyarakat. Sehingga bisa mengetahui nama seseorang atau sedikit tentang
riwayat hidupnya, atau sesuatu yang ingin diketahuinya.
Jika
sudah tahu, ia lalu menyampaikan berita tersebut kepada ‘sang dajjal’ (dalam
hal ini dukun). Dengan modal berita, sang dukun menghadapi orang-orang yang
tidak tahu, sehingga dianggapnya mengetahui semua perkara yang telah lewat.
Karena itu, semua ucapannya tentang apa-apa yang akan datang dan masalah
ghaibiyah menjadi bisa di terima.
Sebagai
penutup. Saya ingatkan kepada kaum muslimin, agar jangan merusak agamanya,
akidahnya, dunianya dan akhiratnya dengan mendatangi dukun atau tukang
tenung, meminta pendapat mereka maupun mempercayai mereka. Semua itu merupakan
kekufuran. Mereka
wajib bertaubat kepada Allah dari perbuatan tersebut, jika mereka sudah
terlanjur tergelincir dalam perbuatan seperti itu.Mereka wajib mengoreksi
kembali akidahnya. Mengetahui hal-hal yang bisa memperbaiki dan hal yang bisa
merusak. Ini merupakan kewajiban yang paling mendasar. Wallahu min wara’ al
qhasd
2