PENAFSIRAN GADO-GADO AJARAN ISLAM LIBERAL

(Jaringan Iblis Liberal)

 Pada akhir zaman akan muncul sekelompok orang berusia muda dan jelek budi pekertinya, Mereka berkata-kata menggunakan firman Alloh, padahal mereka telah keluar dari dari Islam seperti melesat nya anak panah dari busurnya. Iman mereka tidak melewati tenggorokannya, dimanapun kalian menjumpai mereka, bunuhlah mereka,karena sesungguhnya orang yang membunuh mereka akan mendapat pahala di hari kiamat.”( HR. Bukhari)

  Muqadimmah

Segala puji bagi Alloh, Robb semesta alam. Tiada daya dan kekuatan kecuali dari-Nya semata. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasululloh Muhammad, beserta keluarga, sahabat, dan orang yang mengikutinya hingga akhir zaman. Alhamdulillah, materi ini akan mengungkapkan kebobrokan  ajaran yang menamakan dirinya Jaringan Islam Liberal (JIL). Telah banyak beredar sebelumnya, buku-buku ataupun artikel ilmiah, ceramah, seminar ataupun juga kajian yang mengungkap kesesatan mereka, juga diungkapkan sedikit contoh contoh pemikiran sesat mereka, misi dan visi mereka, dan juga beberapa tokoh pentolan dan pendukung Jaringan sesat ini seperti DR. Atho Mudzhar (IAIN Jakarta), Ulil Abshar Abdala (Lakpesdam NU), Anand Khrisna, Said Aqil Sirajd (PBNU), Masdar F Masudi (PBNU), Komarudin Hidayat (IAIN Jakarta), Rizal Mallarangeng (CSIS, Jakarta), dll. Untuk itu kita akan mengupas kesalahan fatal dan bid’ah-bid’ah tokoh terkemuka mereka, yang dipropagandakan sebagai Islam modernis, Islam pembaharu, Islam Inklusive, Islam akomodatif  dan berbagai sebutan memukau lainnya. Kelompok ini juga menyuarakan paham pluralisme, yang menyamakan semua agama adalah benar. Ini adalah kesesatan baru yang dibungkus dengan gaya ilmiah dan canggih

Munculnya Islam Liberal di Indonesia

Penamaan Islam Liberal menurut mereka sebenarnya terinspirasi dari bukunya Charles Kurzman yang  diterjemahkan berjudul Wacana Islam Liberal. Buku tersebut sebenarnya terdapat kerancuan/kejanggalan yaitu dengan mencampuradukkan dan memasukkan beberapa Ulama Islam yang berpaham salaf (Ahlu Sunnah) seperti Syaikh Rasyid Ridha, Syaikh Ahmad Soorkaty, Ahmad Dahlan dikelompokkan dan dianggap sebagai pemikir liberal disejajarkan dengan DR. Dhiya’udin Rais, Syaikh Yusuf Qardhawi (Ikhwanul Muslimin) dsb, dan dimasukkan pula tokoh-tokoh sekuler seperti Ali Abdul Razieq,Farag Faudah, Muhammad Khalafullah Fazlur Rahman, dsb mereka semua digolongkan sebagai tokoh liberal. Justru sebenarnya tokoh salaf-lah yang mengkritik habis dan membabat paham sesat sekuler, seperti koreksi terhadap paham sekuler yang dilontarkan Ali Abdul Razieq, yang memisahkan urusan agama dan negara serta menganggap tidak ada khilafah dalam ajaran Islam yang termuat dalam bukunya berjudul Al-Islam wa Ushulul Hukm. Bukunya Charles Kurzman tersebut sebenarnya hanyalah kumpulan kekeliruan secara hakiki dan sepantasnya bukanlah buku ilmiah, banyak ditemukan pernyataan-pernyataan kosong, hanya sekedar tulisan biasa saja tanpa dilandasi dalil ilmiah, hal ini menunjukkan lemahnya pengetahuan Islam dan sejarahnya. Dengan memasukkan ulama-ulama salaf yang memurnikan Islam dan menyamakannya dengan tokoh  pergerakan dan pluralis-sekuler yang mengacak-acak syariat Islam.Buku tersebut layaknya sebuah dongeng khurafat. Sekalipun demikian buku Charles menjadi kitab panduan/rujukan utama para penyeru ajaran Islam Liberal dengan membenarkan dan menganggapnya sebagai karya agung pemikir Islam.

Menurut Charles Kurzman ungkapan Islam Liberal terkesan kontradiktif, (sebenarnya Ia bingung sendiri, Islam, koq Liberal), menurutnya Islam “bebas dan tidak bebas”karena disamping tunduk pada Alloh, juga terikat dengan aturan hukum yang dibawa Nabi Muhammad. Dia tidak menyimpulkan secara jelas definisi Islam Liberal yang dimaksudkannya. Dari point ini saja bisa dilihat pemikirannya sudah kacau dan kontradiktif. Kemudian Charles mengutip istilah Islam liberal dari Sarjana Hukum India bernama Ali Asghar Fyzee yang menulis” ….kita tidak perlu menghiraukan nomenklatur, tapi jika sebuah nama harus diberikan padanya maka kita sebut Islam liberal.” Bahkan Ali Asghar lebih berani lagi menyebut Islam liberal dengan sebutanIslam Protestan”. Sebagaimana dikutip oleh pengajar di Paramadina yaitu Lutfie Assyaukanie (da’i-nya JIL)mengatakan ” Dengan istilah Islam Protestan, Ali Asghar berusaha ingin mengungkap pesan perlunya islam tampil dengan wajah baru, non-orthodok, Islam yang kompatible dengan zaman, islam yang berorientasi ke masa depan, bukan ke masa silam”. Coba kita cermati pemikiran Luthfie ini bahwa menurutnya ajaran islam saat ini adalah sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman yang sudah maju maka perlu dirombak dan juga memberi label yang aneh yaitu Islam Protestan. Dan sebaliknya menuduh muslim yang menegakkan Al-qur’an dan Assunah secara istiqomah dan kaffah dengan sebutan dan label yang “sadis” yaitu orthodok, fundamentalis, ekstim, dan berbagai sebutan negatif lainnya. Maka perlu diingat bahwa para ahlu bathil lebih menyukai atribut-atribut fasik dari pada gelar-gelar keimanan karena itu mereka benci kepada kata-kata jihad, bid’ah, sunnah, salaf dan lain-lainnya dan mereka rela menyebut Islamnya dengan Islam Liberal. Allah  SWT telah berfirman: "Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman".(QS. Al-Hujurat 11) Islam liberal juga “men-dewa-kan modernitas”sehingga ajaran islam harus disesuaikan dengan kemodernan.”Jika terjadi konflik antara antara ajaran islam dengan pencapaian modernitas maka yang harus dilakukan adalah bukanlah menolak modernitas tapi harus merombak dan menafsirkan kembali ajaran islam itulah inti dan doktrin islam liberal” begitulah kata Luthfie Assyaukanie sang penyeru JIL.Selain Luthfie yang getol melontarkan gagasannya lewat berbagai media, juga tercatat sebagai pendukung dan penyeru Ajaran JIL antara lain Abdul Munir Mulkhan yang tercatat sebagai tokoh Muhammadiyah. Perlu dicatat juga adalah Ketua PP Muhammadiyah, Syafi’i Ma’arif, meskipun tidak terang-terangan mendukung berat ajaran sesat JIL, tapi lontaran pendapatnya sering ada kesamaan dan membenarkan ajaran JIL. Syafi’ i Ma’arif adalah pendukung gagasan liberal (neo-modernis)-nya Fazlur Rahman-gurunya dia dan Nurcholis Madjid, di Chicago University. Coba simak pujian dan sanjungan Syafi’i terhadap Fazlur Rahman: “ Bila bumi muslim belum peka terhadap imbauan-imbauan Rahman, maka bumi lain yang juga bumi Allah, telah menampungnya,dari sanalah ia menyusundan merumuskan pemikiran tentang islam sejak taun 1970. dan kesana pulalah mahasiswa muslim belajar islam dengannya. Rahman adalah seorang sarjana (sholar)muslim kaliber dunia.Pada dirinya terkumpul ilmu seorang alim yang alim dan dan ilmu orientalis yang beken. Mutu kesarjanaan nya ditandai oleh cara berpikirnya yang analitis, sistematis, komunikatif, jelas, serius,serta berani dalam mencari pemecahan terhadap masalah islam dan umat. Ini adalah sanjungan berlebihan, setinggi langit dan sudah bisa digolongkan sebagai ghuluw. Entah mengapa syafi’i memuji-muji seperti ini? atau karena ia merupakan bekas menjadi mahasiswanya selam empat tahun sehingga merasa berutang budi pada gurunya?

Selain aktif berkampanye di internet dan radio, JIL juga menerbitkan Jurnal Tashwirul Afkar yang dimotori oleh Ulil Abshar Abdala, pentolan JIL yang punya jam terbang tinggi dalam men-jajakan ajaran sesatnya diberbagai seminar tentang pembelaan terhadap emansipasi wanita, pluralisme, demokratisasi dan berbagai pokok-pokok ajaran JIL lainnya. Jurnal-nya Ulil tersebut terbit empat bulanan dan secara resmi berada di bawah payung Lakspedam NU (Lembaga Kajian dan Pengembangan SDM-NU) dan mendapat kucuran dana berlimpah dari Ford Foundation(sebuah LSM Yahudi). Dalam penerbitannya Jurnal ini pernah menampilkan tema “Menuju Pendidikan Islam Pluralis”,  yang menyajikan tulisan pendukung berat JIL yaitu Nashr Hamed Abu Zeyd, Abdul Munir Mulkhan, Khamami zada. Berikut petikan tulisan Khamami zada sang redaktur pelaksana yang intinya mencela pendidikan islam yang dilakukan para ulama yang katanya hanya membenarkan agama islam saja.”….pendidikan islam yang hanya membenarkan agama islam haruslah mendapat kritik dan di-reorientasi. Konsep kafir-muslim,benar-salah(truth-claim) yang berpengaruh terhadap cara pandang Islam pada agama lain harus dibongkar,agar muslim tidak menganggap agama lainnya salah dan tidak ada jalan keselamatan”. Ke-anehan berpikir dan menafsirkan ayat qur’an semau nya sendiri adalah sudah jamak dan terbiasa terjadi di komunitas JIL, kebanyakan, tokoh JIL dalam menafsir kan islam merujuk pada buku bacaan sarjana barat (orientalis), sehingga banyak ditemukan penafsiran sesat dan aneh-aneh. Contohnya saja sholat ditafsirkan berdo’a, islam diartikan pasrah sehingga orang kafir yang berjiwa pasrah saja bisa disebut islam. Justru penafsiran tersebut dianggapnya maju, ilmiah, modern, dsb.Padahal sangat banyak ayat Al-Qur’an (misal dalam QS.An-nisaa’:155-171) dan Hadist serta penjelasan di kitab-kitab ulama Salaf yang menyebutkan ditolaknya ajaran agama apapun selain Islam, meskipun seseorang itu baik perilakunya.Masalah kafir-nya penganut selain Islam adalah suatu ajaran Islam yang elementer dan jelas bagi kalangan awam ke-islaman sekalipun (al-ma’lum min diinil islam bidh-dharuurah) Bahkan muslim yang tidak mengkafirkan atau ragu terhadap kekafiran non-muslim terancam batal Syahadat-nya dan diragukan ke-Islamanya. Orang-orang JIL ragu pada ayat Qur’an yang artinya “Sesunguhnya agama yang diridhoi di sisi Alloh adalah Islam”(Al-Imran:19). Apakah kita sebagai muslim ragu terhadap ayat Al-quran yang sangat jelas bunyinya itu ??

Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam kitabnya Nawaqidh Al Islam (Pembatal Islam) mengatakan:” barang siapa yang tidak mengkafirkan orang musrik(kafir), atau ragu terhadap kekafiran mereka atau justru membela dan membenarkan madzab(paham) mereka maka ia telah kafir” Hal itu berdasar pada firman Allah Ta’ala: “ Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu mengambil orang-orang yahudi dan nasrani menjadi pemimpin-pemimpinmu,sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin maka sesunguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Alloh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim”(Al-Maidah:51). Oleh karena itu setiap orang yang mengaku muslim harus tegas meng-kafirkan kaum musrikin (non muslim),memusuhi mereka, membenci siapa saja yang mencintai mereka, dan membenci orang yang mendebat demi membela mereka. Kita simak disini bahwa kebanyakan tokoh JIL adalah mendebat ajaran yang sudah baku demi membela madzab kaum kafirin.

Satu lagi tokoh yang bisa disebut sebagai lokomotif Islam Liberal di Indonesia adalah tak bisa lepas dari nama Nurcholis Madjid yang mengibarkan gagasan teologi islam inklusive-pluralis, ide membenarkan semua agama, menolak syari’at islam untuk mengatur dunia modern, Islam hanya urusan ibadah akherat bukan untuk mengatur urusan dunia dan berbagai ide sekularisasi yang terlihat ilmiah, Melalui lembaga Paramadina-nya, kini kader dan murid Nurcholis bermunculan dengan mengembangkan dan berusaha intensif memperluas ide Islam liberal tersebut. Dagangan yang dijajakan Islam Liberal saat ini sebenarnya “tidak beda“dengan gagasan islam yang dilontarkan pendahulunya yaitu Harun nasutian dan Nurcholis Madjid sendiri pada sekitar tahun 1980-an, seperti ide sekularisasi agama, emansipasi wanita (anggapan jilbab tidak wajib, hanya unsur budaya bangsa arab), tidak setuju syariat islam, menyamakan semua agama benar (teologi pluralisme), memperjuangkan demokrasi barat dan sejenisnya. Perlu diketahui juga siapakah sebenarnya Nurcholis Majdid ini ? bagaimana kapasitas ilmu islamnya? Lelaki ini adalah kelahiran Jombang tahun 1939, Kuliah di IAIN Jakarta, dan pernah menjadi ketua HMI, kemudian melanjutkan kuliah ke luar negeri yaitu di Chicago University, di universitas inilah ia bersentuhan dan belajar paham sekularis oleh guru besarnya yaitu Fazlur Rahman yang telah diusir dan lari dari Pakistan

Nurcholis terkenal sebagai tokoh yang nyleneh dengan “ngawur” dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, pernah melontarkan pendapat bahwa “Iblis kelak akan masuk surga”, dia melontarkan pernyataan itu untuk menjawab pertanyaan “salahkan iblis yang tidak mau sujud pada Adam, ketika Allah menyuruhnya? Itu terjadi pada saat pengajian di Paramadina pada tanggal 23 Januari 1987,kemudian tokoh ini juga terkenal tidak konsisten, sebagai contoh ketika ia mengkritik dan mencela habis kitab Al-Ibanah karangan Imam Abul Hasan Al-Asy’ari pada waktu menjadi pembicara di PBNU, kemudian pada kesempatan pengajian yang lain Nurcholis memuji-muji tentang kitab itu (Asy’ariah) kemudian oleh peserta, dia di tanya kenapa Nurcholis kemarin mengkritik habis kitab itu tapi sekarang koq memujinya? Nurcholis menjawab dengen entengnya “likulli maqam maqal”. Itulah sikap yang mencla-mencle dari tokoh ini. Dan yang paling tragis adalah tentang kehidupan keluarganya, yang seharusnya dia bisa mendidik anaknya menjadi shaleh tetapi malah sebaliknya. Yaitu beredarnya sebuah berita dari majalah Media Dakwah April 2003 tentang putri sulungnya (Nadia) yang menikah dengan seorang lelaki Yahudi (David, 28 th) pada 29 September 2001 di Washington DC. Hal itu dibenarkan sendiri oleh Nurcholis yang mengaku bahwa menantunya itu adalah seorang yahudi yang liberal bahkan shalat (katanya??). Tapi dikesempatan lain Nurcholis tidak bisa menyembunyikan kesedihannya, dia menasehati anaknya itu dan dia katakan bahwa“ saya tidak rela dan saya yakin bahwa 99% ulama-ulama ahli hadist meng-haramkan seorang muslimah menikah dengan orang laki-laki kafir”. Apakah tidak seharusnya Nurcholis ini bangga dengan anaknya yang telah mewujudkan cita-citanya dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah nak, engkau telah mewujudkan cita-cita bapak, yang selama ini telah saya dengungkan bertahun-tahun bahwa semua agama adalah sama, tak beda, semua menuju pada satu Tuhan, tak apalah engkau anak-ku menikah dengan orang yahudi bukan kah seharusnya begitu cak nur!!. Sungguh mengherankan sikap Nurcholis ini pada kesempatan lain dia menafikan nash Al-quran dan hadist dan perkataan Ulama dengan berkata “tinggalkan kitab-kitab klasik-kuno itu janganlah terlalu fiqh oriented” tapi pada kesempatan ini berkaitan dengan kasus anaknya, ia bersikap Fiqh oriented dengan menukil pernyataan ulama. Apa yang bisa diharapkan dari orang seperti ini? Maka ada benarnya komentar DR. Daud Rasyid, MA, seorang aktivis dakwah lulusan Al-Azhar, Kairo, “menurutnya gagasan dan pemikiran Nurcholis sebagai “sebuah kesesatan yang dikemas dengan gaya ilmiah, Nurcholis adalah murid dan penerus tokoh Neo-Muktazilah Indonesia yaitu Harun Nasution (mantan Rektor IAIN-Jakarta). Sihir-sihir dan kesesatan Nurcholis lebih canggih dan lebih memukau dari pada Harun, karena dikemas dengan gaya bahasa ilmiah dan menarik ”.  Nurcholis ini telah menyebarkan racun pemikirannya di IAIN Jakarta dan berbagai IAIN daerah lainnya, dengan memasukkan ide pemikiran islam gaya barat dan orientalis, ditambah dengan beberapa materi pelajaran yang bukan murni dari ajaran islam dan tidak pernah ada dalam literatur warisan para salafus shaleh yaitu seperti tasawuf dan filsafat, maka tak aneh bila kita menyimak gaya pemikiran beberapa dosen IAIN yang telah terpengaruh oleh bid’ahnya Nurcholis dan Harun Nasution ini.

Kembali menengok kebelakang, tentang awal mula Kader-kader Nurcholis membentuk Jaringan Islam Liberal ( JIL ) yaitu tercatat mulai aktif  pada Maret 2001 yang bermarkas di jalan Utan Kayu 68 H. Rawamangun, Jakarta. Di tempat ini sering berkumpul, diskusi dan dijadikan markas ISAI (Institut Studi Arus Informasi), yaitu markas orang-orang Kiri (komunis) dan juga penerbit buku–buku berpemahaman kiri (Buku terbitan ISAI berisi pembelaan terhadap tokoh PKI dan tokoh komunis dunia). Awalnya kegiatan dilakukan dengan menggelar kelompok diskusi di Internet/maya (milis), kemudian sejak tangal 25 Juni 2001, JIL mulai mengisi satu halaman koran Jawa Pos edisi Minggu, berikut 51 koran jaringannya (media pendukung lainya yaitu Kompas,Tempo), serta JIL mendapatkan limpahan "fulus" dari Ford Foundation . Dan patut disayangkan adalah koran Republika yang katanya koran menyuarakan suara umat islam malah ikut-ikutan memasarkan ide gila beberapa tokoh Islam liberal seperti Komarudin Hidayat,Abdul Munir Mulkan dll. Sebelum gencar mencuatnya paham liberal di Jakarta, tercatat juga semacam kelompok diskusi di Yogyakarta yang sering menyuarakan hal yang sama yaitu pluralisme dan sejenisnya, dari kelompok diskusi ini muncullah nama Ahmad Wahib, Amin Abdullah dll, Kemudian JIL memperluas lagi jaringan dengan menyebarkan gagasan sesat mereka seputar perpektif Islam Liberal, Islam Progresif, Islam Reduksionis,Emansipasi wanita dsb, melalui format acara Talk Show (wawancara) dan diskusi interaktif setiap hari Kamis sore lewat Stasiun Radio 68H dan puluhan radio jaringan mereka misalnya Radio Attahiriyah FM (Jakarta), Radio Star FM (Tangerang), Radio Unisi (Yogyakarta), Radio DMS (Maluku), Radio PTPN (Solo), Radio Mara (Bandung) dam masih banyak lagi jaringan radio 68H, yang lama-lama terus bertambah.

Perlu dicermati dalam hal ini bahwa salah satu penggagas dan pengelola utama Radio 68 H tersebut adalah Andreas H. Dia adalah seorang pengikut Kristen fanatik-tulen, dan mantan wartawan koran The Jakarta Post. Jadi bisa disimpulkan adanya benang merah tentang campur tangan pihak Nashrani, terlepas itu sebagai individu maupun institusi, untuk berusaha menghancurkan agama islam yang mulia ini. Hal tersebut tentunya sudah diingatkan pada kita dalam Al Qur’an dalam Surat Al-Baqarah:120 yaitu: “ Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepadamu sampai kamu mengikuti agama (millah) mereka. Katakanlah, ‘ Sesungguhnya petunjuk Alloh itulah petunjuk yang benar, dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah datang pengetahuan kepadamu maka Alloh tidak lagi menjadi pelindung  dan penolong bagimu “ (Al-Baqarah:120)

1

Ke halaman 2