Apakah Jin Bisa Dilihat Manusia?

Allah SWT berfirman yang artinya, ”Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka.” (Al-A’raf: 27).

Ayat ini dipahami oleh sekian banyak ulama sebagai dalil ketidakmungkinannya manusia melihat jin. Imam Syafii menegaskan, bahwa berdasrkan ayat di atas, manusia tidak mungkin melihat jin. “Siapa yang mengaku dapat melihat jin, maka kami tolak kesaksiannya, kecuali nabi.” (Maksud ucapan ini adalah yang mengaku melihat jin dalam bentuk yang aslinya. Adapun yang mengaku melihat jin setelah berubah bentuk dengan aneka bentuk makhluk, maka kesaksiannya dapat diterima). Sebagian yang lain mengakui bahwa jin dapat dilihat oleh manusia jika jin berubah dengan bentuk makhluk yang dapat dilihat oleh manusia. Pendapat ini didukung oleh riwayat-riwayat yang menginformasikan bahwa para sahabat Nabi saw., tabi’in, dan banyak ulama pernah melihat makhluk-makhluk halus, tetapi dalam bentuk manusia atau binatang.

Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab sahihnya bahwa sahabat-sahabat Nabi. pernah melihat Malaikat Jibril ketika ia datang dalam bentuk manusia. Umar bin Khattab menuturkan bahwa suatu ketika datang seorang yang tidak dikenal, berpakaian sangat putih, rambut teratur rapi, tidak nampak dari penampilannya tanda-tanda bahwa ia datang dari perjalanan jauh. Orang itu bertanya kepada Nabi saw. tentang Islam, iman, dan ihsan. Setiap Nabi saw. menjawab, dia membenarkannya. Dia juga bertanya tentang kiamat dan tanda-tandanya. Umar r.a. dan juga sahabat-sahabat Nabi saw. yang mendengarnya terheran-heran. Bagaimana seorang yang berpenampilan rapi, berpakaian bersih, yang berarti bahwa yang bersngkutan tidak datang dari tempat jauh atau dengan kata lain ia adalah penduduk setempat tetapi tidak mereka kenal? Mereka juga terheran-heran mengapa setiap pertanyaannya yang dijawab oleh Nabi saw., selalu yang bertanya itu sendiri yang membenarkannya. Ketika percakapan Nabi saw. dan pendatang itu selesai, Nabi saw. bertanya kepada para sahabatnya, ”Tahukah kalian, siapa yang datang tadi?” Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang tahu. Nabi saw. menjelaskan, ”Itulah Jibril datang mengajar kalian agama kalian.” Mendengar penjelasan Nabi saw. itu, Umar r.a. bergegas keluar hendak melihatnya, tetapi ia telah menghilang. Nah, jika demikian, malaikat dapat dilihat, tetapi bukan dalam bentuk aslinya. Ia dapat dilihat apabila mengambil bentuk yang memungkinkan untuk dilihat manusia.

Demikian halnya dengan jin, ia dapat dilihat bukan dalam bentuk aslinya, tetapi bila ia mengambil bentuk yang sesuai dengan potensi penglihatan manusia. Riwayat-riwayat tentang hal ini sangat banyak. Bahkan, tidak hanya ulama, orang-orang biasa yang tidak ahli agama pun banyak yang mengalami melihat jin dalam bentuk makhluk (manusia atau lainnya). Dan, di antara mereka ada yang sengaja dengan sunguh-sungguh ingin melihat jin, mereka mengamalkan amalan dari orang-orang yang dianggap ahli dalam hal itu, dan mereka ada yang berhasil mendapatinya bahwa jin dapat dilihat dalam bentuk makhluk. Selain itu, ada beberapa hadis Nabi saw. yang menginformasikan bahwa ada binatang yang dapat melihat jin. Dalam sahih Bukhari dan Muslim, sahabat Nabi Abu Hurairah menyampaikan bahwa Nabi saw. bersabda, ”Kalau kalian mendengar suara ayam jantan berkokok, maka mohonlah kepada Allah anugerah-Nya, karena ketika itu dia melihat malaikat, dan jika kalian mendengar teriakan keledai, maka mohonlah perlindungan kepada Allah dari godaan setan, karena ketika itu dia melihat setan.”

Jin Memberikan Fatwa kepada Manusia

Di kalangan bangsa jin juga ada yang berceramah. Di antara mereka ada yang memberikan fatwa kepada manusia. Tetapi, hendaknya kita jangan mudah percaya dengan bangsa jin, karena dunia mereka tidak kita ketahui dengan pasti oleh kita, artinya kita tidak mengetahui mereka secara jelas. Mereka sama halnya dengan kita, sedikit sekali orang-orang yang berada di jalan yang lurus. Kita harus waspada terhadap keberadaan bangsa jin yang menyebarkan agama sebab boleh jadi ajaran yang dibawanya tidak sesuai dengan yang dibawa oleh Rasulullah saw. Peristiwa berikut adalah salah satu buktinya. Orang yang menempuh kebenaran tidak akan takut kepada siapa pun, kecuali kepada Allah SWT. Tetapi, apa yang terjadi dalam peristiwa berikut ini: Abu Abdurrahman al-Harawi bin Syukr meriwayatkan dari Yahya bin Tsabit, ia berkata, "Ketika aku berada bersama Hafsh at-Taifi di Mina, tiba-tiba ada seorang syekh yang putih kepala dan jenggotnya sedang berfatwa kepada manusia. Lalu, Hafsh berkata kepadaku, 'Wahai Abu Ayub, apakah kamu tidak tahu syekh yang sedang berfatwa kepada manusia itu? Dia adalah Ifrit.' Kemudian, Hafsh mendekatinya dan saya mengikutinya. Ketika Hafsh melihatnya, ia mengambil sandalnya, kemudian lari terbirit-birit, dan orang yang berada di sekelilingnya pun ikut lari."


Referensi:
1.Luqath al-Marjan fi al-Ahkam al-Jan, Imam Jalaluddin as-Suyuth

Selanjutnya