Ronggo Warsito dan Salat Daim
Raja-raja di pulau Jawa selalu membina
para pujagga dalam keraton, yaitu orang-orang ahli fikir, filosof, agama, dan
penyair yang diberi tugas untuk menggali perbendaharaan lama dalam pemikiran,
budi, dongeng, dan mitos untuk memupuk kewibawaan raja. Pujangga-pujangga
keraton yang terkenal di antaranya adalah, Yosodipuro I, yang hidup pada masa
susuhunan Paku Buwono III dan IV. Di antara kitab karangannya yang terkenal
adalah Babat Gianti, sebuah buku yang memuat asal-usul pecahnya kerajaan
Mataram menjadi dua: Surakarta dan Yogyakarta. Perang Mangku Bumii dan Mangku
Negoro melawan susuhunan (1755). Selain itu, di angkat menjadi pujangga keraton,
putra Yosodipuro I dan diberi gelar Yosodipuro II. Dia dikenal karena buku
karangannya yang berjudul Surat Romo dan Brotoyudo serta Arjunososrobau.
Ia meninggal pada tahun 1842. Kemudian, muncul pula cucunya yang terkenal dengan
sebutan Raden Ngabei Ronggo Warsito, dia juga seorang penulis dan ada beberapa
buku dalam berbagai bidang yang ia tulis, termasuk kitab Pusaka Raja,
yang banyak berisi pelajaran budi bahasa untuk anak-anak raja. Dia juga menulis
buku ajaran kebatinan, suluk, makrifat, dan lain-lain.Raden Ngabei Ronggo
Warsito juga mengajarkan cara salat daim, yaitu salat diam atau salat eling,
yang berarti tetap salat (sembahyang) tidak pernah meninggalkannya. Karena,
menurut mereka, salat yang sesungguhnya adalah salat dalam hati dan tidak perlu
mengerjakan salat dengan bergerak-gerak, seperti yang dilakukan orang lslam.
Raden Ngabei Ronggo Warsito mengajarkan bahwa jika ingin mengetahui kosong (sepi
atau sunyi) kita harus menyerahkan segala rupa kita kepada Zat yang memiliki
suara, mengembalikan penglihatan, pandangan, penciuman, perasaan, dan lidah kita
kepada asalnya masing-masing. Adapun cara salat daim adalah dengan cara
mengonsentrasi kan rasa dan memperhatikan pancaindra, artinya adalah
memperhatikan reaksi hidup ini semua, dengan demikian terjadilah tajalli
(tampak) Tuhan Yang Suci dan Maha Suci, Yang Maha Kuasa yang menciptakan segala
benda. Itulah salat daim, yaitu salat yang sesungguhnya, ibaratnya sembahyang
sambil bekerja, bekerja sambil sembahyang, berjalan sambil duduk, duduk sambil
berjalan, lari dalam keadaan berhenti dan berhenti dalam keadaan lari, pekak
dalam keadaan berbicara, berbicara dalam keadaan tidur, dan tidur sambil jaga.
Begitulah perumpamaan salat daim tersebut. Berdirinya salat daim adalah
hidup kita ini, rukuknya adalah mata kita, sujudnya adalah hidung kita,
pembacaan ayat-ayatnya adalah lidah kita, duduknya adalah tetapnya iman kita,
tahiyatnya adalah kekuatan iman kita, salamnya adalah makrifat Islam kita,
puji-pujiannya adalah nafas kita yang setiap masuk berbunyi "hu" dan
setiap keluar berbunyi "Allah", zikirnya adalah rasa ingat kita,
kitabnya adalah menghadap kepada pikiran kita. Dengan demikian, maka zat, sifat,
af'al kita menjadi Alquran, menunjukkan hakikat salat yang dinamakan salat diam
atau eling.
Adapun iftitah salat daim adalah
berbunyi "aku niat salat diam untuk selama hidupku". Satu kali
niat ini adalah untuk salat selama hidup tanpa pernah meninggalkannya karena
salatnya cukup dengan eling. Raden Ngabei Ronggo Warsito juga mengajarkan wirid
yang harus dibaca yaitu, "Sesungguhnya aku telah mempersiapkan mahligai
dalam baitul makmur, yaitu rumah tempat keramaianku, terdiri dalam kepala
manusia. Dalam kepala ada dimagh, yaitu otak, di dalamnya ada manik, di dalam
manik ada budi, di dalam budi ada sukma dan rasa, di dalam rasa ada aku. Tidak
ada Tuhan selain Aku, Zat yang meliputi keadaan yang sesungguhnya."
Tegasnya bahwa yang dimaksud baitul makmur adalah kepalaku dan di dalam kepalaku
ada aku, itulah aku baying sebenarnya, dan tiada Tuhan selain aku.
Sumber: Sumber: Mengenal Aliran-Aliran
Islam dan Ciri-Ciri Ajarannya, Drs. Muhammad Sufyan Raji Abdullah,Lc (Buku
Mengenal Aliran-Aliran Islam dan Ciri-Ciri Ajarannya oleh Drs. Muhammad Sufyan
Raji Abdullah, Lc telah diterbitkan oleh penerbit LPPI Riyadhus Shalihin, Jln.
Curug Cempaka Blok III, No. 97, Jatiwaringin, Pondok Gede, Telp. 021- 8618791,
Jakarta)