Seseorang Mencelupkan Tangannya ke dalam Air, Bolehkah Menggunakannya?

Tentang air, jika seseorang mencelupkan tangannya ke dalam air, apakah boleh mempergunakannya ataukah tidak?

Jawaban:

Air itu tidak menjadi najis disebabkan hal itu, bahkan boleh mempergunakannya menurut mayoritas ulama, seperti Imam Malik, Abu Hanifah, Imam Syafii, dan Imam Ahmad. Ada pula riwayat lain dari Imam Ahmad bahwa air itu menjadi musta'mal (telah terpakai). Wallahu a'lam

Sumber: Diadaptasi dari Mutiara Fatwa dari Lautan Ilmu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah terjemahan dari Fatawa Muhimmah min Ajwibati Syaikhil Islam Ibnu Taimiyah, Abdullah bin Yususf al-'Ajlan

Apakah Orang yang Sudah Mandi Jinabat Harus Berwudu?

Seseorang sudah melakukan mandi besar, dan belum mengambil wudu, apakah hal itu telah mencukupi baginya atau tidak?

Jawaban:

Yang lebih utama adalah ia berwudu kemudian mencuci seluruh badannya dan tidak perlu mengulangi wudunya, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah. Dan, seandainya dia mencukupkan diri dengan mandi tanpa berwudu, itu pun telah mencukupi menurut pendapat yang masyur dari mazhab imam yang empat. Akan tetapi, menurut pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad, wajib baginya berkumur-kumur dan istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung), sedangkan menurut pendapat Imam Malik dan Imam Syafii, hal itu tidak wajib baginya. Kemudian, apakah ia harus berniat menghilangkan dua hadas? Dalam hal ini ada perselisihan di antara para ulama. Wallahu a'lam

Sumber: Diadaptasi dari Mutiara Fatwa dari Lautan Ilmu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah terjemahan dari Fatawa Muhimmah min Ajwibati Syaikhil Islam Ibnu Taimiyah, Abdullah bin Yususf al-'Ajlan

Lebih Utama Mana antara Menghafal Alquran dan Mencari Ilmu?

Syekh Ibnu Taimiyah ditanya, manakah yang lebih utama antara menghafal Alquran dan menuntut ilmu?

Jawaban:

Adapun ilmu yang wajib bagi setiap orang seperti ilmu tentang apa yang Allah perintahkan dan apa yang Allah larang, maka ilmu itu didahulukan daripada menghafal hal-hal yang tidak wajib dari Alquran. Sesungguhnya, mencari ilmu yang pertama itu hukumnya wajib, dan mencari yang kedua hukumnya mustahab. Dan, perkara yang wajib itu didahulukan dari pada yang mustahab. Sedang menghafal Alquran, maka itu lebih didahulukan dari apa-apa yang dinamakan ilmu oleh manusia, yang bisa jadi ilmu itu batil atau sedikit manfaatnya. Menghafal Alquran sebaiknya juga didahulukan dalam pelajaran, yakni bagi yang hendak mempelajari ilmu din, baik dari sisi ushul (pokok-pokok) atau furu' (cabang). Karena, sesungguhnya yang disyariatkan bagi orang yang memiliki keinginan seperti ini pada waktu-waktu tersebut, hendaklah ia memulai dengan menghafal Alquran, sebab Alquran adalah pokok dari ilmu-ilmu din. Beda halnya dengan yang dilakukan oleh kebanyakan ahlu bidah dari orang-orang A'jam (non Arab) dan selain mereka, yang salah seorang dari mereka sibuk dengan ilmu yang tidak ada gunanya, seperti ilmu kalam, ilmu jidal (perdebatan), ilmu perselisihan, atau tentang ilmu furu' (cabang yang jarang/sedikit faedahnya), atau taklid yang tidak tegak di atas hujah, atau perkara gharib (asing) dari hadis yang tidak sahih, dan tidak bisa diambil manfaatnya.
Demikian pula mayoritas dari ilmu hitung yang tidak tegak atas hujah, kemudian meninggalkan menghafal Alquran, padahal itu lebih penting dari ilmu-ilmu tersebut seluruhnya. Maka, permasalahan seperti ini harus ada perinciannya.
Kemudian, hal yang sangat dituntut dari Alquran adalah memahami makna-makna serta mengamalkannya. Jika bukan ini yang menjadi tujuan orang yang menghafalnya, maka ia tidak termasuk ahlu ilmi wa din.

Sumber: Fatawa Muhimmah min Ajwibati Syaikhil Islam Ibnu Taimiyyah, Abdullah bin Yusuf al-'Ajlan

Makan dan Minum sambil Berdiri Halal, Haram, atau Makruh

Bagaimana hukum makan dan minum sambil berdiri, apakah hal itu halal, atau haram, atau makruh tanzih (makruh yang sebaiknya ditingalkan)? Dan, bolehkah makan dan minum di jalanan sambil berjalan jika seseorang memiliki udzur (halangan) seperti halnya musafir?

Jawaban:

Adapun jika disertai udzur (halangan) tidak apa-apa. Sungguh telah tsabit bahwa Nabi saw. minum air zam-zam sedangkan beliau berdiri. (HR Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan Ibnu Majah). Karena, tempatnya tidak memungkinkan untuk digunakan duduk. Adapun jika tidak disertai keperluan, dimakruhkan. Sebab, telah sahih bahwa Nabi  melarang perbuatan itu.
Dengan perincian ini, tercapailah penggabungan antara nas-nas tersebut. Wallahu a'lam.

Sumber: Fatawa Muhimmah min Ajwibati Syaikhil Islam Ibnu Taimiyyah, Abdullah bin Yusuf al-'Ajlan

 

Artikel lain