Membela
tasawuf, Memfitnah Ibnu Taimiyyah
tRasulullah
salallohu’alahi
wa sallam bersabda: Sesungguhnya di depan Dajjal ada tahun tahun banyak tipuan
di mana
saat itu orang Jujur didustakan, pembohong dibenarkan, orang yang amanah
dianggap khianat, orang yang khianat dianggap amanah, dan di sana. berbicaralah
Ruwaibidhoh. Kemudian Nabi ditanya, apa itu Ruwaibidhoh? Nabi bersdbda:
Orang yang bodoh (tetapi)berbicara mengenai urusan agama (Hadits
dikeluarkan oleh Imam Ahmad, Abu Ya'la, dan Al-Bazzar; sanadnya-jayyid/bagus dan
juga riwayat Ibnu Majah dari Abu Hurairah.Lihat Kitab Fathul Bari, juz 13
halaman 84). "Idzaa wussidal amru ilaa ghoiri ahlihi fantadziris saaah”
Apabila perkara diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya maka tunggulah
kiamat (HR Bukhari dari Abi Hurairah)
Al-Manawi
dalam kitab Faidhul Qadir menjelaskan: Apabila hukum yang berkaitian
dengan agama seperti kekhalifahan dan rangkaiannya berupa kepemimpinan,
peradilan, fatwa, pengajaran dan lainnya diserahkan kepada orang yang bukan
ahlinya, yakni apabila pengelolaan urusan perintah dan larangan diserahkan
kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kiamat, sebab hal itu sudah datang
tanda-tandanya. Ini menunjukkan
dekatnya kiamat, sebab, menyerahkan urusan dalam
hal amar (perintah) dan nahi (larangan) kepada yang tidak amanah, rapuh agamanya,
lemah Islamnya, dan mengakibatkan merajalelanya kebodohan, hilangnya ilmu dan
lemahnya ahli kebenaran untuk pelaksanaan dan penegakannya, maka itu adalah
sebagian dari tanda-tanda kiamat.
Dua
hadits itu menyangkut masalah yang penting, Hendaknya umat Islam menghindarinya.
Betapa rusaknya, jika yang “berbicara” tentang, agama adalah orang-orang
yang bukan ahlinya, bahkan seperti yang disebut Nabi sebagai Ruwaibidhah,
yakni orang yang minim ilmu agamanya namun berbicara mengenai hal-hal besar
dalam agama untuk umum. Sementara itu di kancah politik, ekonomi, pergalulah
hidup, dan kepemimpinan dengan aneka percaturannya (sistem pemilihannya,
prosedurnya, dan prakteknya) amburadul. Yaitu sebagaimana yang diungkapkan
Hadist Nabi, orang jujur didustakan, pembohong dibenarkan, orang yang amanah
dianggap khianat, orang yang khianat dianggap amanah, dan di sana berbicaralah
Ruwaibidhah. Itulah dunia tukang tipu, tukang menduga-duga tentang agama lalu
disebar-sebarkan ke mana saja. Akibatnya merajalela-lah kesesatan, penyimpangan,
pendangkalan agama namun merasa mentaati agama, menyibukan diri dengan hal-hal
yang tak sesuai dengan ilmu agama namun diklaim sebagai pemdalaman dalam hal
ilmu agama dan aneka kesalahan lain. Berdzikir jama’ah dengan suara keras lalu
bersama-sama nangis, merintih barengbareng dengan pakaian seragam tertentu
dengan berkeliling di masji-masjid tertentu, dengan bacaan-bacaan dzikir yang
diada-adakan seolah menjadi pengamalan agama yang khusyu' , bahkan dianggap
syi'ar, lambang pendekatan diri kepada Allah Terciptalah suasana aneh. Bayangkan,
di kala negeri yang terbesar umat Islamnya di dunia ini didakwahi oleh orang
yang mengklaim dirinya mampu membuat konsep mengatur hati menggunakan hasil
kontemplasi dan perenungan bertahun-tahun, bukan konsep tazkyatun nafs
dari Al-Qur'an dan As-Sunah, lalu dia anggap itu adalah konsep untuk mengatur
hati dengan label manajemen qalbu, yang mengaku punya konsep bahwa kalau hatihya
sudah bersih maka akan timbul kekuatan magnet yang mampu menyedot perhatian
seluruh dunia. Bayangkan, betapa rusaknya. Dan itulah yang diusung dan dijajakan
ke mana-mana, disiarkan lewat televisi ataupun media cetak, betapa amburadulnya.
Dan itu nyata, apakah ada kisah nyata bahwa manusia ini bisa diperbaiki oleh
seorang yang niampu mengatur hati dengan hasil perenungannya, kontemplasinya
selama bertahun-tahun?
Apakah
Nabi Muhammad mendidik para sahabat,yang tadinya jahiliyah bisa berubah jadi
manusia-manusia terbaik itu menggunakan hasil perenungan, kontemplasi dan
kalimat-kalimat reka-rekaan? Sama sekali tidak! Nabi membimbing manusia hanyalah
dengan wahyu dari Allah Subhanallahu wa ta’alla, yakni Al-Qur'an dan AsSunnah.
Dan terbukti, manusia yang dibimbingnya bisa berubah menjadi manusia terbaik,
generasi terbaik. Maka celakalah apabila kini justru manusia-manusia yang
kondisinya sudah banyak yang rusak ini justru "diperbaiki" dengan
hasil perenungan. Seakan tak ada tuntunan Al-Qur'an dan, as-Sunnah. Itulah model
yang lebih buruk ketimbang kaumnya Nabi Musa, yang diberi makanan dari langit,
manna dan salwa, malah mereka minta makanan yang rendahan. Sudah ada Al-Qur'an
dan Sunnah yang jelas wahyu dari Allah, malah mereka lari mencari yang lain.
Maka muncullah orang yang membuat hasil kontemplasinya sendiri untuk memperbaiki,
membersihkan hati, agar memunculkan, magnet yang bisa menyedot perhatian dunia. Astaghfirullah
hal'adhiem!.
Ada
pula kumpulan orang yang berhalaqah (membuat lingkaran) lalu di tengahnya ada
seseorang yang memberi aba aba bacalah takbir 100 kali, lalu mereka bertakbir
dan seterusnya hal itu beralasan hanya untuk kebaikan saja. Sebagaimana pada
masa setelah Rasulullah baru meninggal, Abu Abdur Rahman (Abdullah bin Mas'ud,
sahabat Nabi) mengeluh, betapa cepat rusaknya umat ini, sedang pakaian Nabi
belum usang, kendi-kendinya pun belum pecah, dan para sababat masih bertebaran
di sana-sini, namun bid’ah sudah mulai muncul.(Lihat Sunan Ad-Darimi
68,69).Bagaimana dengan kondisi sekarang sudah jauh dari masa Nabi? Sungguh
memprihatinkan. Tetapi bagaimana pun makin parahnya kondisi zaman dan rusaknya
umat tetap masih akan ada yang berjalan dan menyuarakan kebenaran. “Senantiasa
akan ada dari segolongan umatku yang memperjuangkan kebenaran dan tidak
membahayakan mereka orang yang menghinakan mereka sehingga datang keputusan
Allah.(HR Muslim) Ketika kondisinya umat banyak yang terlena dan hanyut
dalam model dakwah tasawuf hanya mementingkan pembersihan hati, perenungan, tiba-tiba
muncullah suara kebenaran yang seolah-olah menentang arus, salah satunya adalah
bersumber dari buku dengan judul Rapot Merah Aa Gym, MQ di Penjara Tasawuf
karya Abdurrahman Al-Mukaffi. Orang yang sudah kadung gandrung
dengan model dakwah tasawuf itu pun ribut dan geger. Para pendukungnya hiruk
pikuk makin bingung campur marah. Lalu beberapa bulan kemudian muncul buku
pendukung tasawuf sebagai jawaban atas “Raport Merah Aa Gym” itu, yaitu buku
yang lebih tebal lagi setebal 236 lembar. Isinya sebagian membela Aa Gym,
menjajakan tasawuf, menjunjung dan memuji Jama'ah Tabligh dan memfitnah lbnu
Taimiyyah, dan berusaha ingin memperbaiki Rapot Merah. Buku itu ditulis
oleh Tengku Zulkarnaen dengan judul Salah Faham Penyakit Umat Islam Masa Kini
-Jawaban atas Buku Rapot Merah Aa Gym diterbitkan Yayasan AlHakim, Jakarta,
Agustus 2003,
Sesuai
judul bukunya, yaitu “Salah Paham ....”ternyata buku ini pun langsung
menggambarkan kesalah-pahaman pengarang sendiri, terhadap penulis Abdurahman
Almukaffi, jadi yang salah faham bukan umat Islam, tetapi dia sendiri (Tengku
Zulkarnaen) Coba kita simak, Begitu Tengku Zulkarnaen memulai tulisannya pada
halaman satu, dia sudah langsung salah faham.Tengku Zulkarnaen ini bermaksud mau
membela Aa Gym dan menonjok Abdurahman Al-mukaffi, tetapi malah tonjokan
perdananya justru dihantamkan ke 'orangnya' Aa Gym sendiri, yaitu kepada
Herry Muhammad orang yang menulis buku Bening Hati nya Aa Gym. Begini
secara jelas ceritanya : Abdurrahman Al-Mukaffi penulis Rapot Merah Aa Gym,
hanyalah mengutip tulisan dari buku “Bening Hati” Herry Mohammad 'orangnya"
Aa Gym itu menulis dan menyebut wartawan The New York Times dengan sebutan
“wartawan bule”. Abdurrahman mengutip istilah "wartwan bule" itu di buku Rapot Merah dengan maksud
untuk mempertanyakan tentang sanjungan The New York Times terhadap Aa Gym.
Rupanya Pak Tengku saking semangatnya dan mungkin marah, langsung saja main
"tonjok" kepada Abdurrahman, tetapi malah salah sasaran, karena yang memberi
julukan "wartawan bule" itu justru Hery Muhammad 'orangnya' Aa Gym
sendiri. Tengku Zulkarnaen mengganggap bahwa istilah 'bule' yang
dikira-nya ditulis oleh Abdurahman, telah mengandung penghinaan, merendahkan
martabat manusia. Padahal itu adalah tulisan Herry Mohammad, dan istilah bule
yang dimaksudkan itu tidak bermaksud untuk memojokkan, penghinaan, merendahkan
atau semacamnya. Tetapi sebagai ungkapan biasa-biasa saja, sebagai pemanis
bahasa dalam penulisan bahkan kadang bisa mengandung unsur pujian / bagus.
Itu menurut unsur rasa bahasa saja. Tetapi oleh Pak Tengku di-salah fahami bahwa
ungkapan itu semacam penghinaan, merendahkan martabat manusia
dsb. Memang tepat sekali dengan judul bukunya, yaitu buku Salah Faham.
Jadi baru halaman pertama saja sudah diawali dengan Salah Faham penulisnya.
Sebenarnya Tengku Zulkarnaen mau membela Aa Gym dengan “memukul” Abdurahman
tetapi kenyataannya justru menonjok orangnya Aa Gym sendiri. Itulah contoh nyata
salah faham.
Seharusnya
orang yang tak faham belajar kepada yang faham atau ahlinya, sesuai dengan
perintah Allah Subhanallahu wa ta’alla, fas'aluu ahladz dzikri in kuntum
laa ta'lamuun, Bertanyalah kepada ahli ilmu bila karnu sekalian tidak
mengetahui. Namun sebaliknya, orang yang tidak faham itu justru mengajari,
mendakwahi orang dengan materiyang dia sendiri tidak faham, maka rusaklah
keadaannya. Yang jadi fenomena sekarang, ada orang yang kelihatannya berdakwah,
tetapi sebenarnya dirinya sendiri tidak faham, lalu berdakwah ke sana ke mari
disiarkan lewat berbagai media massa hingga tersebar ke mana-mana. Padahal yang
disebarkan itu masalah-masalah yang sangat penting, prinsip, yaitu agama dan
masalah hati. Itu semua harus berlandaskan nash, yaitu teks ayat Al-Qur’an dan
hadits yang sifatnya dalil yang kuat. Maka Rasulullah
sampai memperingatkan seperti dalam hadits ruwaibidhoh tersebut di
atas. Dalam sejarah nabi Musa tercatat Samiri yang membuat sesembahan berupa
anak sapi di masa' Nabi Musa itu adalah orang yang terkenal. Kaum Nabi Musa pun
ramai-ramai mengikutinya, mendukungnya dan menyemarakkannya. Nabi Harun yang
faham akan kesalahan besar di kalangan umat yang terseret oleh Samiri itu sangat
kerepotan. Begitu Nabi Musa datang dan ternyata kaumnya sudah ramai-ramai
menyembah patung anak sapi, maka marahlah ia.
Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati berkatalah dia: "Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu sekalian hendak mendahului janji Tuhanmu?" Maksudnya: apakah kamu tidak sabar menanti kedatanganku kembali sesudah munajat dengan Allah sehingga kamu sekalian membuat patung. untuk disembah sebagaimana menyembah Allah? Dan Musa pun melemparkan luh-luh (Taurat) itu dan memegang rambut kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya. Harun berkata: "Hai anak ibuku, sesungguhdya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku, sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang dhalim.(QS.Al-A’raaf-150) Jadi gambaran kisah Nabi Musa diatas jika di samakan dengan model dakwah kontemplai yang lagi musim ini mungkin tidak sama persis tetapi dari satu sisi ada kesamaan yaitu meninggalkan pedoman utama beralih kepada model buatan sendiri.
Kembali
ke permasalah awal tentang buku Salah Faham, yang membela Aa Gym, ternyata
terdapat pula tindakan ikut-ikutan memfitnah, kepada ulama besar Syaikh Ibnu
Taimiyyah dengan mengutip buku tulisan Siradjuddin Abbas, 40 Masalah Agama,
jilid III halaman 214-220, Siradjudin Abbas merujuk kepada lbnu Bathuthah dalam
kitabnya, Rihlah. Diantaranya dikutip tulisan Ibnu Bathuthah: “Saya
ketika itu sedang berada di Damsyik, kata Ibnu Bathuthah. Pada hari Jum'at, lbnu
Taimiyyah berpidato di atas mimbar Masjid Damsyik. Di antara ucapan Ibnu
Taimiyyah dikatakan, bahwa Tuhan Allah turun ke langit dunia tiap-tiap malam,
seperti turunnya saya ini, lalu ia turun dari mimbar. (halaman 175).
Benarkah
tuduhan Ibnu Bathutah itu, mari kita simak bukti uraian dari kitab Syarah,
Qashidah karangan lbnul Qayyim: "Syaikh lbnu Taimiyyah pun tidak
luput dari kebohongan dan tuduhan dusta yang menganggap beliau telah
mengatakan tajsim (Allah bertubuh), suatu ungkapan yang jauh
darinya. Ibnu Bathuthah menyebutkan dalam kitabnya, Rihlah yang
mengatakan, “Aku masuk ke Balabak tengah siang hari (asyiyatan nahar) dan
aku keluar darinya pagi karena sangat rinduku ke Damsyik, dan aku sampai pada
hari Kamis 9 Ramadhan yang diagungkan tahun 726 H, ke kota
Damsyik-Syam. Maka aku singgah di sana di Madrasah al-Malikiyah yatig dikenal
dengan As-syarabisyiyah. Dan di Damsyik ada orang termasuk ulama fiqih
besar dari madzhab Hambali, yaitu Taqiyuddin bin Taimiyyah, orang besar di Syam,
dia berbicara mengenai cabang-cabang ilmu (funun). Lalu saya mendatangi
kepada Ibnu Taimiyyah pada hari Jum'at, dan dia di atas mimbar masjid
jami' menasihati para manusia, dan mengingatkan mereka. Ada dari sejumlah
perkataan Ibnu Taimiyyah yang berbunyi : “Sesungguhnya Allah turun ke langit
dunia seperti turunku ini, dan Ibnu Taimiyyah pun turun satu tangga dari mimbar,
maka seorang ahli fiqih bermadzhab Maliki yang dikenal dengan Ibnu Az-Zahra'
menentangnya”. Demikianlah perkataan Ibnu Bathuthah Aku (Ibnul Qoyyim)
katakan: “aku berlindung kepada Allah dari kebohongan yang pembohongnya (Ibnu
Bathuthah) yang tidak takut kepada Allah ini dan tidak malu berbuat bohong. Di
dalarn hadits disebutkan, apabila kamu tidak malu maka berbuatlah apa yang kau
mau. Terangnya kebohongan ini tampak jelas, tidak memerlukan lagi berpanjang
kalam, dan Allah lah Maha Penghitung kebohongan pendusta ini. Ibnu Bathuthah
menyebutkan bahwa ia masuk Damsyik pada 9 Ramadhan 726 H, sedangkan Syaikh Ibnu
Taimiyyah ketika itu sudah ditahan di benteng (Al-qal’ah) sebagairnana hal itu
disebutkan para ulama terpercaya seperti muridnya, Al-hafidh Muhammad bin Ahmad
bin Abdul Hadi dan Al-hafidh Abil Faraj Abdu Rahman bin Ahmad bin Rajah dalam
kitab Thobaqot Hanabilah, dalam biografi Syaikh Ibnu Taimiyyah ia berkata:
Syaikh Ibnu Taimiyyah tinggal di benteng itu dari bulan Sya'ban tahun 726 H
sampai Dzulqo'dah tahun 728 H. Ibnu Abdul Hadi menambahkan, lbnu Taimiyyah
memasuki tahanan di benteng, itu pada 6 Sya'ban. Maka lihatlah pendusta Ibnu
Bathuthah ini yang menyebutkan bahwa Ibnu Bathuthah mcnghadiri halaqah Ibnu
Taimiyyah sedang memberi nasihat kepada para manusia di mimbar masjid
jami’.Bagaimana bisa terjadi, apakah mimbar masjid jami' itu telah pindah
ke.dalam benteng Damsyik? Padahal Syaikh Ibnu
Taimiyyah rahimahullah setelah masuk ke tahanan benteng itu pada tanggal
tersebut kemudian tidak pernah keluar darinya kecuali di atas kereta jenazah di
hari wafatnya, Dzulqa'dah 728H. Pada bagian selanjutnya, pensyarah ini
menegaskan bahwa jelaslah bagimu bohongnya Ibnu Bathuthah, orang Maghribi ini (Lihat
Syarah Qashidah Ibnul Qayyim, juz I halaman 497).
Tengku
Zulkarnaen penulis buku Salah Faham dan pendahulunya, Siradjudin Abbas, ikut-ikutan
berbohong dan memfitnah ulama besar Syaik Ibnu Taimiyah,
selarna masih menyebarkan fitnah itu. Kalau Siradjuddin Abbas yang sudah
meninggal, dan meninggalkan fitnah besar terhadap ulama, tapi sekarang
ada penerusnya, ada generasi barunya yaitu Tengku Zulkarnaen, bila ia
tidak surut dan mencabut tebaran fitnahnya yang ikut-ikutan itu.maka ia akan
terkena ancaman Allah, yang artinya: Dan tolong-menolonglah kamu dalarn (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat
siksa-Nya. (Al-Maaidah:2). Dan ayat yang artinya : Sesungguhnya Kami
telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili
antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu
menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang
khianat (An.nisaa':
105).
(Diambil dari tulisan Hartono Ahmad Jaiz, dan di edit
kembali oleh redaksi)