Demokrasi bukan Syura
Sebagian orang menganggap bahwa demokrasi adalah wujud praktek sistem syura dalam Islam. Ini adalah anggapan yang salah, dan Jauhnya perbedaan antara keduanya bagaikan timur dan barat. Di antara perbedaannya adalah:
Aturan syura
berasal dan Allah dan selalu berlandaskan di atas syariat-Nya. Sementara
demokrasi sumbernya adalah suara mayoritas walaupun itu suaranya orang-orang
fasiq bahkan kafir.
Bahwa syura
dilakukan pada perkara yang belum jelas ketentuan nya dalam syariat, jika
ada ketentuan syariat maka itulah yang ditetapkan. Adapun dalam demokrasi,
perkara yang sudah jelas dalam syariat dapat diubah jika suara mayoritas
meng hendaki, sehingga dapat menghalalkan yang haram dan sebalik nya.
Anggota majelis syura adalah para
ulama dan yang memiliki sifat-sifat seperti telah dijelaskan. Sedang dewan
perwakilan rakyat atau majelis permusyawaratan dalam sistem demokrasi
anggota nya sangat heterogen. Ada yang berilmu agama, ada yang bodoh, ada
yang bijak ada yang tidak, ada yang menginginkan kebaikan rakyat,dan ada
yang mementingkan diri sendiri, mereka semua yang menentukan hukum dengan
keadaan seperti itu.
Dalam sistem syura, kebenaran tidak
diketahui dengan mayoritas tapi dengan kesesuaian terhadap sumber hukum
syariat. Sedang kan dalam sistem demokrasi, kebenaran adalah suara mayoritas
walaupun menentang syariat Allah yang jelas.
Syura adalah salah
satu wujud keimanan, karena dengan syura kita
mengamalkan ajaran Islam. Sedangkan demokrasi adalah wujud kekufuran kepada
Allah, karena jika mayoritas memutuskan
perkara kekafiran maka itulah keputusan yang harus diikuti menurut mereka.
Syura menghargai para ulama sedangkan
demokrasi menghargai orang-orang kafir
Syura membedakan antara orang yang
shalih dengan orang yang jahat, sedangkan demokrasi menyamakan antara
keduanya. Syaikh Albani berkata:” Sistem pemilu... tidak membedakan antara
yang shalih dan yang jahat, masing-masing mereka berhak untuk memilih dan
dipitih,dan tidak ada perbedaan pada jenis ini semua antara ulama dan orang
yang bodoh. Sementara Islam tidak menghendaki pada majetis parlemen (maksudnya
majelis syura) kecuali orang-orang pilihan dari masyarakat muslim dari sisi
ilmu (agamanya) dan keshalihannya serta laki-laki, bukan perempuan." (Fatawa
AI-'Ulama Al-Akabir.hal.110)
Syura bukan merupakan kewajiban
disetiap saat, bahkan hukumnya berbeda sesuai dengan perbedaan keadaan.
Sedang kan demokrasi merupakan sesuatu yang diwajibkan oleh Barat kepada
para penganutnya dengan kewajiban yang melebihi wajibnya shalat lima waktu
dan tidak mungkin keluar darinya.
Sistem demokrasi jelas menolak Islam
dan menuduh bahwa Islam lemah serta tidak mempunyai maslahat, sedangkan
keadaan syura tidak demikian.(Lihat kitab Tanwiruzh Zhulumat, hal.21-36 dan
Fiqih As-Siyasah Asy-Syar'iyyah hal.61)
Wallahua'lam.
(Diambil dari asysyariah.com)