Menggugat

Hukum Mayoritas

 

Telah menjadi sunnatullah jika kebanyakan manusia merupakan para penentang kebenaran. Maka menjadi ironi, ketika kebenaran kemudian diukur dengan suara mayorltas.

 Apa itu Hukum Mayoritas?

Yang dimaksud dengan hukum mayoritas dalam pembahasan kali mi adalah suatu ketetapan hukum di mana jumlah mayontas merupakan patokan kebenaran dan suara terbanyak merupakan keputusan yang harus dilkuti meski bertentangan dengan AI-Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Sejauh mana keabsahan hukum mayoritas ini? Untuk mengetahul jawabannya, perlu ditelusuri terlebih dahulu oknumnya (pengusungnya), yang dalam hal ini adalah manusia, baik tentang hakikat dirinya, sikapnya terhadap para rasul, ataupun keadaan mayoritas mereka, menurut kacamata syariat. Dengan diketahul keadaan oknum mayoritas, maka akan diketahui pula sejauh mana keabsahan hukum tersebut.

Hakikat Jati Din Manusia

Manusia adalah satu-satunya makhtuk Allah yang menyatakan diri siap memikul amanat berat yang tidak mampu dilakukan oleh makhluk-makhluk besar seperti langit, bumi dan gunung-gunung. Padahal makhluk yang bernama manusia ini berjati diri dzalum (amat dzalim) dan jahul (amat bodoh). Allah berfirman: “Sesungguhnya Kami telah tawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung. Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikuUah amanat itu aleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat dzalim dan amat bodoh.(Al-Ahzab: 72)

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di berkata: “Allah mengangkat permasalahan amanat yang Dia amanatkan kepada para mukallafin (makhluk yang dibebani hukum syarlat), yaitu amanat menjalankan segala yang diperintahkan dan menjauhi segala yang diharamkan, baik dalam keadaan tampak maupun tidak tampak. Dia tawarkan amanat itu kepada makhluk-makhluk besar; langit, bumi dan gunung­-gunung sebagal tawaran pilihan, bukan keharusan:Bila engkau menjalankan dan melaksanakannya niscaya ada pahala bagimu , dan bila tidak niscaya kamu akan dihukum.” Maka makhluk-makhluk itu pun enggan untuk mernikulnya karena khawatir akan mengkhianatinya, bukan karena menentang Rabb mereka dan bukan pula karena tidak butuh terhadap pahala-Nya. Kemudian Allah tawarkan kepada manusia, maka Ia pun siap menerima amanat itu dan siap rnemikulnya dengan segala kedzalirnan dan kebodohan yang ada pada dirinya. Maka amanat berat itu pun akhirnya dipikul olehnya.” (Taisirul Karimirrahman, hal. 620) Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana tidaklah membiarkan manusia mengarungi kehidupan dengan memikul amanat berat tanpa bimbingan Ilahi. Maka Dia pun mengutus para rasul sebagai pembimbing mereka dan menurunkan Kitab Suci agar berpegang teguh dengannya dan mengambil petunjuk dannya. Allah berfirman yang artinya: “Sungguh Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata, dan Kami turunkan bersama mereka Kitab Suci dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” (AI-Hadid: 25)

 Sikap Manusia Terhadap Para Rasul yang Membimbing Mereka

Demikianlah umat manusia. Para rasul yang membimbing mereka itu justru ditentang, didustakan, dan dihinakan Allah berfirman yang artinya: Yang demikian itu dikarenakan telah datang para rasul kepada mereka dengan membawa bukti-bukti nyata, lalu mereka kafir (menentang para rasul tersebut), maka Allah mengadzab mereka. Sesungguhnya Dia Maha Kuat lagi Maha Dahsyat hukuman-Nya.” (Ghafir: 22)

“Jika mereka mendustakan kamu (Muhammad), maka sesungguhnya para rasul sebelummu pun telah didustakan (pula). Mereka membawa mukjizat-mukjzat yang nyata, Zabur dan Kitab yang memberi penjelasan yang sempurna.” (Ali-Imran: 184)

“Sebelum mereka, kaum Nuh dan golongan-golongan yang bersekutu sesudah mereka telah mendustakan (rasul), dan tiap-tiap umat telah merencanakan makar terhadap rasul mereka untuk menawannya. Dan mereka rnembantah dengan (alasan) yang bathil untuk melenyapkan kebenaran dengan yang bathil itu, oleh karena itu. Aku adzab mereka. Maka betapa (pedihnya) adzab-Ku. (Ghafir: 5)

Dan sungguh tehah diperolok-olok beberapa rasul sebelum kamu. Maka turunlah kepada orang yang mencemoohkan para rasul itu adzah atas apa yang selalu mereka per olok­-olokkan.” (AI-Anbiya: 41)

Bagaimanakah keadaan Mayoritas Mereka?

Bila.kita rnerujuk kepada Al-Qur’anul Karim, maka kita akan dapati bahwa keadaan mayouitas umat manusia adalah:

1.      Tidak beriman : Allah berfirman yang artinya: “Sesungguhnya Al-Qur’an) itu benar-benar dari Tuhanmutetapi mayoritas manusia tidak beriman”(Hud:17)

2.      Tidak Bersyukur : Allah berfirman yang artinya;”Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia, tetapi mayoritas manusia tidak bersyukur”(Al-Baqarah:234)

3.      Benci Kepada Kebenaran: “Sesungguhnya kami benar-benar telah membawa kebenaran kepada kalian tetapi mayoritas dari kalian membenci kebenaran itu.”(Az-Zukhruf:78)

4.      Fasiq (keluar dan ketaatan) Allah berfirman:”Dan sesungguhnya mayoritas manusia adalah orang-orang yang fasiq.” (AI-Maidah: 49)

5.      Lalai dari ayat-ayat Allah. Allah berfirman:“Dan sesungguhnya mayoritas dari manusia benar-benar lalai dari ayat-ayat Kami” (Yunus:92)

6.      Menyesatkan orang.Iain dengan hawa nafsu mereka: Allah berfirman:”Sesungguhnya moyaritas (dari manusia) benar-benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa  ilmu.” (Al-An’am:119)

7.      Tidak mengetahui agama yang lurus: “ltulah agama yang lurus, tetapi moyaritas manusta tidak mengetahul.” (Yusuf: 40)

8.      Mengikuti persangkaan belaka, Allah berfirman:”Mereka (mayoritas manusia) t idak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (Al-An’am: 116)

9.      Penghuni Jahannam: “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi Jahannam mayoritas dan jin dan manusia.” (Al­-A’raf:179)

 

1

Ke halaman 2