Hukum Meledakkan Pabrik Orang-orang Kafir

Oleh Syaikh Yahya bin Ali Al Hajury

Syaikh Yahya bin Ali Al Hajury salah seorang murid terkemuka dari Syaikh Muqbil dan yang menggantikan kedudukan Syaikh Muqbil saat ini, beliau ditanya dengan nash sebagai berikut: "Apakah boleh meledakkan pabrik-pabrik orang-orang Yahudi dan Nashara yang ada dinegeri kaum muslimin, apabila aman dari fitnah?

Maka beliau menjawab dengan nash sebagai berikut: "Ditemukan di Khaibar perkebunan dan juga ditemukan pada mereka rumah-rumah dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah melampaui batas terhadap harta-harta mereka kecuali setelah diberi peringatan dan dijelaskan kepada merekaa bahwa bumi adalah milik Allah dan Rasul-Nya bahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bermu'amalah dengan mereka pada hasil bumi. Beliau bermu'amalah dengan penduduk Khaibar terhadap sebagian hasil bumi. Hal ini menunjukkan bahwa orang kafir itu mempunyai pemilikan terhadap hartanya, maka tidaklah pantas melampaui batas terahadap harta orang kafir apalagi kalau harta orang kafir itu selain fai' (rampasan perang yang ditinggal lari oleh musuh) dan ghanimah (rampasan perang setelah mengalahkan musuh). Dan sesungguhnya Allah hanyalah membolehkan harta orang kafir dalam ghonimah: "Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai ghanimah, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu berimah kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan ALlah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. Al Anfal:41).

"Dan apa saja harta Fai' yang diberikan ALlah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) mereka, maka untuk mendapatkan itu kamu tidak mengerahkan seekor kudapun dan (tidak pula) seekor untapun, tetapi Allah yang memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya terhadap siapa yang dikendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu". (QS. Al Hasyr:6)

Al fai' itu didapatkan tanpa peperangan (yaitu) kaum muslimin pergi (baca: menyerang) kepada orang-orang kafir, maka orang-orang kafir itu menjadi takut lalu melarikan diri dan meninggalkan harta-harta mereka. Ini dianggap fai' bagi kaum muslimin, halal. Kaum muslimin memerangi orang-orang kafir sehingga harta-harta tersebut menjadi ghanimah. Adapun selain ghanimah dan fai' sesungguhnya ini (merampas, melampaui batas terhadap harta -pent) tidak ada dalil atasnya. Bahkan harta-harta orang Quraisy dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengutus kepada salah seorang Yahudi untuk membeli darinya dua tsaub (pakaian) sampai beliau diberi keringanan (untuk membayarnya), maka Yahudi ini berkata: "Sesungguhnya Muhammad hanyalah hendak membawa lari hartaku", Maka Rsulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Mereka telah berdusta, sesungguhnya mereka sangat mengetahui bahwa saya adalah seorang yang paling memenuhi dan menunaikan amanah." Dan di dalam shahihain sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam wafat dan baju besi beliau tergadai pada seorang Yahudi dengan 30 sho' gandum.

Ini menunjukkan bahwa orang Yahudi itu memiliki hartanya, maka tidaklah pantas harta-harta mereka diledakkan walaupun aman dari fitnah. Yang pantas bagi mereka (orang-orang kafir) adalah diberikan perasaan sempit agar tidak memberikan tamkin (keleluasaan dan kemantapan hidup) kepda orang-orang kafir. hendaknya mereka dibuat merasa sempit berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, "Apabila ia memberi salam kepada kalian maka janganlah kalian jawab salamnya dan katakanlah, "Wa'alaikum", dan kalau kalian menjumpai mereka di jalan maka pojokkanlah mereka ke yang paling sempitnya".

Demikian kaum muslimin bermu'amalah dengan mereka (orang-orang kafir) dengan apa-apa yang datang dari dalil-dalil syari'ah, yakni Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Adapun perbuatan yang mereka lakukan ini berupa peledakan-peledakan ditempat-tempat tinggal mereka (orang kafir) baik peledakan-peledakan itu di negeri kaum muslimin ataupun di negeri orang-orang kafir, maka saya menasihatkan untuk meninggalkan hal tersebut".

Maraji': Risalah Ilmiah An Nashihah

Artikel lain