SELEBARAN FATWA POLITIK

Telah beredar sebuah selebaran berjudul Fatwa Politik yang berisi fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz dan Syaikh Muhammad bin Shalih AI-Utsaimin. Selebaran fatwa enam halaman itu diterjemahkan oleh Normal Sho’iman dari buku Fatawa wa Kalimaat fi Hukmi AI-Musyarakah bi Al-Barlamanaat karya DR. Abdun Razzaq’ bin Khalifah Asy-Syanyiji. Inti dan maksud selebaran tersebut adalah untuk mencuatkan opini bahwa kedua syaikh tersebut membolehkan masuk parlemen. Hal ini membuat banyak diantara saudara kita bertanya-tanya dan mengharapkan tanggapan mengenai selebaran tersebut. Maka dengan memohon pertolongan kepada Allah. kami penuhi harapan mereka walau secara ringkas. Semoga menjadi jelas bagi orang-orang yang ingin mencani kebenaran.

Pertama: Apakah anda mengenal penulisnya?

1.      DR. Abdur Razzaq bin Khalifah Asy-Syayiji bukanlah penulis yang terpercaya. Syaikh Salim bin Ied AI-Hilali berkata tentangnya pada hari senin/17 Dzul Qo’dah 1421 H di Surabaya : “Dahulu dia termasuk orang yang menisbatkan dirinya kepada manhaj saIaf dan termasuk salah satu anggota dalam sebuah Jam’iyah lslamiyah. Namun tatkala kedok Abdur Rahman Abdul Khaliq terbongkar. maka mereka terpecab belah dan menamakan din dengan “Sa1afiyah Ilmiah” IaIu berhubungan dengan Muhammad Surur dan para hizbiyyin lainnya. Ringkasnya orang ini adalah politikus hizby sekalipun dia mengaku benmanhaj salaf”. Demikian pula dikatakan oleh para masyaikh dakwah salafiyyin lainnya.

2.      DR. Abdur Razzaq satu pemikiran dengan Syaikh AbdurRahman Abdul Khaliq, murid dan sahabat karibnya sedangkan Abdur Rahman Abdul Kholik sendiri adalah orang yang menyimpang karena terjun dalam kancah politik praktis sebagaimana dijelaskan oleb para ulama, salah satunya adalah Syaikh AI-Allamah Abdul Aziz bin Baz sendiri dalam Majmu Fatawanya 8/l4O-246. Tapi adakah para hizbiyyun mengetahuinya?!! Menerima apalagi menyebarkannya? Sekali-kali tidak. mereka hanya menyebarkan fatwa ulama apabila mendukung hawa nafsu mereka sebagaimana kebiasaan ahli bid’ah. Sungguh benar AI-Imam Asy-Syaukani tatkala berucap dalam kitabnya “Adab Thalab” hal. 43: “Ternnasuk tradisi ahlu bid’ah sepanjang masa bahwa mereka sangat gembira dengan munculnya fatwa dan ucapan seorang ulama (apabila mendukung hawa nafsu meneka -pent), mereka sangat bersemangat dalam menyebarkannya. mereka menjadikannya sebagai senjata untuk menguatkan kebid’ahan mereka dan menyerang orang yang mengingkari mereka dengan fatwa tersebut”.

Kedua : Kesalahan Penerjetnah

Penerjemah selebaran ini telah mengikuti hawa nafsunya dan menulis apa yang mendukung pendapatnya saja, jauh dari amanat ilmiah dan keadilan. Hal itu ditinjau dari dua segi:

1.      Penerjemah hanya menukil fatwa ulama yang terkesan membolehkan masuk parlemen tanpa menukil fatwa ulama yang melarangnya secara tegas seperti Syaikh AI-Albani, padahal juga tercantum dalam Kitab aslinya. Mengapa penerjemah tidak menukilnya?!!

2.      Kesimpulan isi selebaran tersebut berbeda dengan buku aslinya. Dalam buku aslinya hal. 139 Syaikh DR Abdurr Razaq menyimpulkan pada akhir bahasan: “Hendaknya diketahui bahwa ini adalah masalah kontemporer dan insidenta pada zarnan sekarang... Sekalipun mereka berselisih. tetap mendapat pahala karena ini adalab masalah ijtihadiyah, yang mana penilaian mashlahah dan mafsadahnya berbeda-beda menurut pandangan ulama satu dengan ulama lainnya”. Sedangkan kesimpulan seleberan tersebut adalah boleh begitu saja tanpa perselisihan pendapat sebagaimana difahami tiap pembaca.

3.      Penerjemah hanya memperhitam kalimat-kalimat yang mendukung pendapatnya saja tanpa memperhatikan syarat-syarat yang diletakkan oleh kedua Syaikh tersebut. Semoga Allah merahmati Imam Waki bin Jarrah manakala mengatakan: Ahli Ilmu menulis apa yang sesuai dengan mereka dan yang tidak sesuai, sedangkan pengekor hawa nafsu tidak menulis  kecuali  apa yang sesuai hawa nafsu mereka!(dikeluarkan Iman Daruqutni dalam Sunannya 1126).

Ketiga:  Isi Fatwa

1.   Apakah fatwa tersebut telah mendapatkan izin dari Syaikh Ibnu Baz dan Syaikh lbnu Utsaimin untuk disebarluaskan?

2.   Sungguh lucu dan aneh sekali perilaku kaurn hizbiyun. mereka menyebarkan fatwa di atas. Tetapi pada kesempatan lain mereka menuding kedua syaikh tersebut sebagai ulama haidh dan nifas. ulama pemerintahan. ulama tidak tahu fiqhul waqi’ (pemahaman realita ) Kalau mereka memang konsisten. maka mereka juga harus menerima fatwa Syaikh lbnu Baz dan Ibnu Utsaimin tentang haramnya partai, demonstrasi, born bunuh diri, pemerintahan dan semisalnya. Demikian pula kritik syaikh Ibnu Baz terhadap harakah lkhwanui Muslimin. Apakah mereka menyetujui ataukah membuangnya?

3.   Para ulama menjawab sesuai pertanyaan.

4.   Para ulama memberikan syarat-syarat yang ketat. Coba perhatikan perkataan Syaikh Abdul Aziz bin Baz : “Masuk dalam Majlis Perwakilan, parlemen dan lembaga legislatif lainnya adalah sangat berbahaya. Yang masuk ke dalamnya dengan berlandaskan ilmu untuk mengusung kebenaran dan menggiring manusia menuju kebenaran dan serta menghancurkan kebatilan. bukan karena rakus dunia bukan puIa untuk mencari kehidupan dunia semata...saya berpendapat tidak apa-apa”. Apakah syarat-syarat tersebut  dapat dipenuhi?Kenyataan di Iapangan membuktikan orang-orang yang masuk parlemen berubah menjadi rusak dan tidak dapat dapat berkutik.

5.   Siapakah orang yang paham tentan fatwa mereka ?? Bukankah orang-orang yang dekat dengan Keduanya dari kalangan sahabat dan murid-murid mereka Anehnya mereka mengingkari masuk parlemen ini. Ataukah orang-orang hizbiyiin lebih pandai dari pada munid-muridnya

 (Diambil dari majalah al-Furqan Edisi 7 thn III)

Selanjutnya