Penghayatan Tentang Waktu

Pada kesempatan ini kita masih diberi kenikmatan hidup oleh Allah, yang tak seorang pun diantar kita yang mengetahui sampai kapan batas kesempaan hidup kita ini, dan tiada satupun jiwa yang mengetahui apa gerangan yang akan dia lakukan esok hari dan di belahan bumi manakah kelak dia akan meninggal. Dan adalah suatu hikmah yang sangat besar bahwasanya Allah menjadikan batas dari usia manusia itu tidak diketahui oleh siapapun juga dijadikannya ajal kita ini adalah sesuatu yang ghoib. Agar dengan begitu setiap manusia yang sadar dan berpikir, selalu mempersiapkan diri setiap saat untuk bertemu dengan Allah karena dalam situasi ketidakpastian itu, kita bisa bekerja lebih baik, bisa menjalani hidup lebih lurus karena setiap saat tidak ada diantara kita yang tahu dan meyakini kapan hidupnya akan berakhir. Dan yang pasti Allah mengatakan dalam firmannya bahwa “Setiap jiwa pasti mengalami kematian”. Dan kalau kita melihat bahwa Allah dalam firmannya, berkali-kali menekankan masalah ini, selalu menekankan masalah akhir dari kehidupan yang pertama yaitu masalah ajal, maka dg menekankan masalah ajal ini kita senantiasa selalu teringat pada titik akhir kemana hidup ini berjalan dan berakhir.

Apa yang paling sering mengoda manusia dari kehidupan ini dan yang membuatnya mudah terlena, salah satunya adalah: karena ajalnya juga tidak kita ketahui dan salah satunya lagi ialah karena akhir dari kehidupan ini tidak pernah didefinisikan sebelumnya.Oleh karena itu nikmat kesehatan, nikmat kehidupan ini, nikmat masa muda, nikmat di masa lapang, nikmat melimpahnya harta  dan banyak lagi nikmat yang tak terhitung jumlahnya, seringkali membuat orang tidak menyadari bahwa kelak hidup ini akan berakhir. Tetapi jika kita melihat dan mengingat berkali kali ayat-ayat Allah dalam Al-qur’an menekankan masalah kematian ini, sesungguhnya yang diinginkan oleh Al-quran dan sunnah rasul adalah setiap saat kita menyadari titik terakhir kemana kita menuju atau kita menyadari visi dan misi kehidupan kita ini. Imam Ibnul Qayim mewasiatkan bahwa sebenarnya yang disebut dengan titik awal keimanan itu selalu bermula dari titik kesadaran itu, bermula dari apa yang disebut sebagai “saat dimana jiwa kita terhenyak oleh kenyataan-kenyataan bahwa kita akan mengalami kehidupan kedua. Ya.. itulah  second life-kehidupan kedua setelah kehidupan dunia ini. Maka bagian yang paling menyentuh, yang paling membuka dan menggugah keimanan kita ialah kesadaran yang kuat tentang waktu.

Dapat kita cermati disini bahwa waktu yang diberikan oleh Allah ini ada dalam tiga lapisan, lapisan pertama ialah waktu individu, yaitu waktu yang diberikan Allah kepada setiap individu manusia yang kita sebut sebagai umur/usia lapisan kedua ialah umur masyarakat, setiap kelompok masyarakat mempunyai umur-umur tertentu ada saat- kelahirannya dan kelak ada saat kematiannya. Sebagaimana hadist Rasulullah dari Abu Hurairah yang diriwayatkan kembali oleh Abu Daud yang berbunyi “Sesunguhnya Allah akan membangkitkan untuk umat Islam ini pada penghujung setiap seratus tahun seorang yang akan memperbaiki baginya agamanya” Kemudian lapisan ketiga dari waktu itu adalah waktu sejarah, yaitu waktu yang dimulai sejak Allah menciptakan Nabi Adam dan akan berakhir ketika Allah akan menghancurkan bumi ini pada Hari  Kiamat Sebagimana Allah bersabda: Tiap-tiap yang ada dimuka bumi ini niscaya akan fana (binasa) dan tinggallah zat Tuhan mu yang mempunyai kebesaran dan kemurahan (Ar-Rahman:26-27) Kita perhatikan bahwa seperti itulah waktu ini berlapis-lapis, pada tingkatan waktu yang paling kecil atau lapisan paling pertama dari waktu ini ialah umur-usia individu  itulah yang menjadi ruang lingkup pertanggung jawaban kita masing-masing. Kesadaran tentang waktu ini tidak banyak disadari oleh umat manusia kebanyakan bukan hanya oleh umat muslim tapi oleh hampir kebanyakan umat manusia “Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur(Al-Baqarah:234) sebab ternyata logika waktu ini memiliki arusnya sendiri yang membuat kita kemudian menjadi intens, menjadi lebih “dalam” menghayati perjalanan hidup kita ialah apabila kita mampu merasakan setiap detik dari perjalanan waktu kita.merasakan keberartian, merasakan keber-makna-an dari hidup ini pada setiap detik yang kita lalui. Masalahnya adalah apa yang bisa membuat kita untuk mampu merasakan setiap detik yang berlalu dari waktu itu. Kesadaran tentang waktu merupakan bagian yang paling kuat membentuk gaya hidup manusia oleh karena kesadaran tentang waktu merupakan bagian dari kesadaran tentang hidup.

Dalam masyarakat materialis seperti di “Barat” mereka berputar disekeliling benda atau materi dan karena itu waktu mereka terdistribusi antara waktu memproduksi dan waktu mengkonsumsi. Waktu memproduksi artinya adalah waktu menciptakan uang, waktu “making money” sedangkan waktu mengkonsumsi adalah waktu menghabiskan uang itu.Oleh karena itu mereka selalu akan mengatakan pada akhir hari jum’at “Thanks God It’s Friday” Terima kasih Tuhan karena hari ini hari Jum’at, karena waktu berproduksi sudah lewat dan dua hari bagi mereka akan digunakan untuk menghabisi hari untuk mengkonsumsi apa yang telah mereka peroleh. Mereka sungguh sungguh memuja dan melayani kemauan perut dan nafsu mereka, sampai-sampai nama ini dijadikan sebagai nama sebuah tempat makan-restoran “Thanks God It’s Friday” untuk mengingat dan merayakan kemauan konsumtif mereka. Mereka juga mengatakan:tidak ada yang bisa membinasakan kami, memotong “circle” kehidupan yang berputar antara memproduksi dan mengkonsumsi ini kecuali hanya waktu. Itulah penilaian waktu oleh orang-orang materialis. Tetapi pada kelompok manusia beragama misalnya pada orang Yahudi juga ditemukan logika yang salah tentang waktu ini, mereka merasa bahwa jika kehidupan dunia ini berjalan begitu terasa sempit, kita tidak begitu takut pada siksaan neraka pada kehidupan akherat nanti, karena angapan mereka bahwa tabiat dari siksa neraka tidak beda dengan tabiat dari kehidupan dunia ini “Mereka mengatakan kalaupun nanti kami disiksa dineraka nanti kami hanya akan disiksa beberapa hari saja” karena mereka menganalogikan, membandingkan bahwa hari-hari diakherat nanti akan sama dengan hari didunia.kalau cuma tiga hari disiksa dineraka diangap tidak mengapalah, Tetapi Allah mengatakan bahwa pada hari kiamat nanti yang dihancurkan dari bumi ini bukan hanya tata ruangnya saja tetapi juga sistem waktunya. Pada hari-hari diakherat nanti kita akan bertemu dengan sistem waktu yang lain, yang berbeda sama sekali dengan sistem waktu kita di dunia.dan perubahan inilah yang tidak disadari oleh orang Yahudi dalam menggunakan logika tentang waktu. Padahal Allah mengingatkan “ Satu hari disisi Tuhanmu sama dengan seribu tahun dalam bilangan kalian”Jadi jika seseorang disiksa dineraka dalam waktu tiga hari saja, itu berarti sama dengan tiga millenium dalam hitungan kita dibumi ini.maka kemudian jika Allah sering mengetuk hati kita dengan ketukan dan peristiwa kematian lalu Rasululah mengajarkan dan memberitahu semua instrumen yang membuat kita setiap waktu mudah mengingat kematian sesungguhnya itu berguna untuk menciptakan kesadaran yang kuat dalam diri kita tentang pentingnya waktu, bahwa waktu terus berlalu dan setiap waktu yang kita lalui sama seperti gambaran bahwa “Pohon-pohon kehidupan kita setiap hari daun-daunya mulai berguguran.” Maka Rasulullah menyatakan perbanyaklah mengingat sesuatu yang akan menghancurkan segala kenikmatan dunia. Didalam Shahih Muslim hadist diriwayatkan dari Anas, Rasulullah bersabda:”Demi Allah yang jiwaku ada ditangannya, jika kalian melihat apa yang aku lihat pasti kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis, para sahabat bertanya apa yang engkau lihat yaa Rasulullah, Beliau menjawab, aku melihat surga dan neraka .Oleh karena itu unsur yang seringkali membuat kita lupa dari ingatan terhadap kematian ini ialah apabila kita terlalu larut dalam kenikmatan kehidupan dunia ini dan itu yang meng-iming-imingi kita dengan usia yang panjang,  maka rasulullah mengingatkan kita untuk biasakanlah kita dalam hidup bersahaja, karena kenikmatan itu tidak selalu ada menyertai kita.

Dengan menjaga hidup kita dalam kondisi bersahaja tidak bergelimang dalam kemewahan, maka inilah yang lebih mudah mengingat kematian. Lalu rasulullah mengingatkan variabel lain untuk selalu ingat kematian yaitu dengan cara berziarah kubur (dengan syar"i) agar ingatan kita tentang titik akhir dari kehidupan ini selalu kuat dalam mempengaruhi cara kita berpikir, cara kita merasa dan bertindak. Disisi lain jika kita renungkan bahwa sebenarnya tidur kita adalah saudara dari kematian dan setiap kali kita tertidur itu juga bahwasanya Allah mengambil roh kita sementara jika Dia berkehendak Dia akan mengembalikannya pada subuh esok hari dan jika dia tidak berkehendak maka dia tidak mengembalikannya roh itu dalam jasad. Maka rasulullah mengajarkan kita untuk sebelum tidur untuk melakukana persiapan persiapan ssebagaimana persiapan orang mati diperintahkan untuk wudhu, kemudian shalat sunnah dan kemudian pergi ke pembaringan dan mengucap kan doa” Ya Allah Aku serahkan segenap jiwaku ke haribaan Mu, Aku hadap kan wajahku kepadaMu dan kuserahkan segenap urusanku kepadamu.dan Aku sandarkan punggungku hanya kepadaMu.dengan penuh harap akan ridhaMu tapi juga penuh kecemasan akan siksaMu tidak ada tempat kembali juga tidak ada tempat menemukan keselamatan dari siksaMu, kecuali hanya padamu saya beriman kepada kitab yang telah engkau turunkan dan kepada Rasul yang telah Engkau utus. Menurut Imam Ibnul Qayim doa itu mengandung tiga unsur rukun iman yaitu iman kepada Allah, iman kepada rasulnya dan iman kepada kitabnya. Dan itu hendaknya senantiasa kita ucapkan pada waktu menjelang tidur. Setelah kita bangun tidurpun kita dianjurkan berdoa : Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami kembali, setelah ia mematikan kami tetapi kepadaNya-lah kelak kita akan kembali.

 

1

Ke halaman 2